Tanjung Menangis

Tanjung Menangis: Kehancuran Baginda Binaut



The Crying Cape | English Version

Cerita rakyat dari Maluku


Ada sebuah kerajaan besar di Halmahera. Orang-orang sedih. Raja mereka baru saja meninggal dunia. Dia adalah seorang raja besar. Dia baik dan sangat bijak. Orang-orang sangat mencintainya.

Raja memiliki tiga anak, dua putra dan satu anak perempuan. Anak laki-lakinya adalah Baginda Arif dan Baginda Binaut, sedangkan anak perempuannya adalah Putri baginda Nuri.

Ratu berbicara dengan komandan tentara. Mereka sedang membicarakan tentang raja berikutnya. Menurut peraturan, anak pertama akan menjadi raja berikutnya. Karena itu, mereka sedang mempersiapkan upacara peresmian Baginda Arif untuk menjadi raja baru.

Baginda Binaut mendengar mereka bercakap-cakap. Sebenarnya dia punya ambisi. Dia juga ingin menjadi raja Dia punya rencana. Diam-diam, dia berbicara dengan komandan dan akibatnya komandan harus mengirim ratu, Baginda Arif dan Baginda Nuri ke penjara.

Komandan tersebut setuju. Dia mengirim mereka ke penjara. Ratu, pangeran dan sang putri sangat sedih. Baginda Binaut mengatakan kepada orang-orang bahwa ibunya, saudara laki-laki dan saudara perempuannya tenggelam di laut.

"Binaut sangat tidak tahu berterima kasih. Dia benar-benar orang jahat," kata Baginda Arif.

"Bersabarlah, anakku, Tuhan akan membantu kita," kata sang ratu.

Kemudian Baginda Binaut menjadi raja baru. Berbeda dengan ayahnya, dia sangat kejam. Dia meminta bangsanya untuk membayar pajak yang tinggi. Orang-orang menderita. Mereka mengeluh tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Para prajurit akan menyakiti mereka jika memberontak.

Namun, tidak semua tentara ingin mengikuti Baginda Binaut. Salah satu prajurit memutuskan untuk meninggalkan istana. Namanya Bijak. Dia membuat pasukannya sendiri. Dia mengenal ratu, pangeran dan puteri di penjara. Dia ingin membebaskan mereka.

Pada suatu malam, Bijak dan pasukannya menyerang penjara tersebut. Dia ingin membebaskan mereka.

Pada suatu malam, Bijak dan pasukannya menyerang penjara tersebut. Mereka berhasil! Lalu ia berencana menyerang istana. Tapi ratu itu tidak setuju. Dia tidak ingin melihat orang-orangnya sendiri bertengkar. Ratu kemudian berdoa kepada tuhan.

Tidak lama kemudian, gunung itu meletus. Lahar mengalir ke istana. Orang-orang berlari menyelamatkan nyawa mereka. Baginda Binaut juga berlari. Hebatnya, dimanapun dia berlari, lahar selalu mengikutinya.

Baginda Binaut benar-benar ketakutan. Saat dia berlari, dia memikirkan ibunya, saudara laki-laki dan saudara perempuannya. Dia menjerit minta tolong.

"Ibu, tolong bantu aku!" Dia pergi ke penjara tapi mereka tidak di sana.

Dia benar-benar panik karena lahar semakin dekat dengannya.

"Tolong tolong!" Teriak Baginda Bimaut tapi tidak ada yang membantunya.

Akhirnya, Baginda Binaut tidak bisa lari lagi. Dia kelelahan dan dia sampai di laut. Dia tidak bisa kembali ke tanah karena penuh lahar. Lalu dia berenang ke laut.

Karena dia sangat lelah, dia tidak bisa berenang. Dia tenggelam. Perlahan, tubuhnya berubah menjadi jubah. Orang-orang sering mendengar seseorang menangis dari atas tanjung itu, oleh karena itu mereka menamakannya Tanjung Menangis. ***



Pesanan Moral: Mempertahankan Kebajikan dan Keadilan

Pesan moral dari cerita ini dapat dilihat dari perbandingan perilaku Baginda Arif dan Baginda Binaut. Baginda Arif mewakili kebaikan, kesetiaan, dan keadilan, sementara Baginda Binaut mewakili ambisi, pengkhianatan, dan kekejaman.

1. Kebaikan dan Kesetiaan: Baginda Arif dan Putri Baginda Nuri tetap sabar dan percaya bahwa keadilan akan datang. Mereka menunjukkan kesetiaan kepada nilai-nilai kebaikan dan keadilan meskipun mereka dijebak dan disakiti oleh Baginda Binaut. Pesan moralnya adalah pentingnya tetap memegang teguh prinsip-prinsip kebaikan dan kesetiaan bahkan dalam situasi yang sulit.

2. Keadilan dan Keharusan: Ketika Baginda Binaut menjadi raja dan menindas rakyatnya dengan meminta pajak yang tinggi, hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan tanpa keadilan akan membawa penderitaan bagi banyak orang. Pesan moralnya adalah pentingnya berkuasa dengan adil dan memperhatikan kesejahteraan rakyat, bukan hanya kepentingan pribadi atau kelompok.

3. Karma dan Keadilan Alam: Akhir dari cerita, di mana Baginda Binaut mengalami nasib buruk sebagai akibat dari perbuatannya yang jahat, menunjukkan konsep karma atau keadilan alam. Pesan moralnya adalah bahwa perbuatan baik akan dihargai, sedangkan perbuatan jahat akan mendatangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan.

Dengan demikian, pesan moral dari cerita ini adalah pentingnya memegang teguh nilai-nilai kebaikan, kesetiaan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat dalam menjalani kehidupan, serta kesadaran bahwa tindakan kita akan mempengaruhi nasib dan konsekuensi yang kita terima.



No comments:

Post a Comment

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection