Search This Blog

Roro Jonggrang

Roro Jonggrang – Legenda Prambanan

Roro Jonggrang >> English version

Cerita rakyat dari Jawa Tengah





Pada zaman dahulu, di jantung Jawa Tengah, terdapat sebuah kerajaan yang damai dan makmur bernama Prambanan. Rakyatnya hidup harmonis, hari-hari mereka dipenuhi dengan musik, panen, dan bisikan legenda-legenda lama yang dibawa oleh angin. Kehidupan mereka sederhana dan penuh kebahagiaan, hingga awan gelap berkumpul dari utara—menandakan kebangkitan Kerajaan Pengging yang kuat.

Pengging dipimpin oleh seorang raja yang ditakuti dan ambisius bernama Bandung Bondowoso. Ia dikenal bukan hanya karena kekejamannya, tetapi juga karena penguasaannya atas kekuatan supernatural. Dengan pasukannya yang tangguh dan sihir gelapnya, Bandung Bondowoso melancarkan serangan ke Prambanan, berniat untuk menaklukkan dan memperluas kekuasaannya.

Pertempuran antara dua kerajaan itu sengit dan tak terhindarkan. Meskipun prajurit Prambanan berjuang dengan gagah berani, mereka tak mampu mengalahkan kekuatan terpesona milik Bandung Bondowoso dan sekutu-sekutunya yang tak tampak. Akhirnya, Prambanan jatuh. Gerbang istananya terbuka bukan untuk menyambut, melainkan untuk menyerah.

Dengan perang yang kalah, Bandung Bondowoso menyatakan dirinya sebagai penguasa baru Prambanan. Kerajaan yang dulunya damai itu kini berdiri di bawah bayang-bayang seorang raja penyihir—dan siapa sangka, ambisinya baru saja dimulai…

Bandung Bondowoso bukanlah raja biasa. Kekuatannya tidak hanya datang dari pedang, tetapi juga dari bantuan makhluk-makhluk misterius dari dunia tak terlihat. Prajurit-prajuritnya bukan hanya manusia—mereka juga jin, makhluk supernatural yang kuat yang mematuhi setiap perintahnya tanpa pertanyaan. Di bawah selubung malam, mereka bergerak seperti bayangan, membentuk tanah dan membengkokkan alam sesuai kehendak Bandung Bondowoso.






Here’s the continuation of the story in Indonesian:


Sementara itu, di dalam istana yang telah ditaklukkan, tinggal Roro Jonggrang, putri almarhum Raja Prambanan. Dia dikenal luas tidak hanya karena keelokan dan kecantikannya, tetapi juga karena kecerdasan dan semangatnya yang kuat. Ketika Bandung Bondowoso melihatnya, ia langsung terpikat. Ia ingin menjadikannya ratu.

Namun, Roro Jonggrang tidak memiliki rasa cinta kepada penakluk yang kejam itu. Dia telah melihat bagaimana ia membawa penderitaan bagi rakyatnya, dan hatinya terbakar dengan perlawanan yang diam. Namun, dia tahu bahwa dia harus cerdik jika ingin lolos dari cengkeraman raja itu.

“Jika engkau benar-benar ingin menikahiku,” katanya dengan tenang, suaranya menyembunyikan badai yang ada dalam hatinya, “maka bangunlah seribu candi dalam satu malam.”

Bandung Bondowoso menatapnya dengan tidak percaya. “Seribu candi? Dalam satu malam?” Dia menyipitkan matanya. “Kau hanya mengatakan ini untuk menghindari menikah denganku!”

Namun, Roro Jonggrang tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya berdiri tegak, pandangannya tak goyah.

Meski marah, Bandung Bondowoso tidak menyerah. Bertekad untuk membuktikan dirinya—dan memenangkan hatinya—dia memanggil pasukan jin-nya. Dengan sekali gerakan tangan dan perintah yang diucapkan dalam bahasa kuno, roh-roh itu terbang ke langit seperti kabut, siap untuk membangun yang mustahil.

Jin-jin itu bekerja tanpa henti sepanjang malam, tangan mereka secepat angin, mata mereka bersinar dalam kegelapan. Batu demi batu terangkat ke langit saat candi-candi itu terbentuk—menara-menara diam yang berkilau di bawah sinar bulan. Percikan-percikan terbang dari alat yang diberi sihir, dan aroma tanah dan api memenuhi udara.

Sementara itu, di ruang kerajaan, Roro Jonggrang gelisah. Sebuah ketukan lembut di pintu membangunkannya dari kecemasannya. Itu adalah salah satu dayang-dayangnya yang setia. “Nyonya,” bisiknya, “mereka hampir selesai. Candi terakhir sedang dibentuk sekarang!”

Hati Roro Jonggrang berdegup kencang. Tidak... ini tidak bisa terjadi… Aku tidak akan menjadi ratunya! Kecemasan mulai menjalar di dadanya—tetapi sebuah ide juga muncul. Sebuah rencana cerdik dan berani mulai terbentuk.

Dia berpaling pada dayang-dayangnya dengan urgensi yang mendalam. “Kumpulkan semua jerami yang bisa kalian temukan—jerami dari kandang, sapu, apa saja yang bisa terbakar! Dan bawa lesung juga. Cepat!”

Dayang-dayangnya terkejut. “Jerami? Lesung? Di jam-jam begini?”

“Ya!” Roro Jonggrang menegaskan. “Kita harus membuat seolah-olah matahari sudah terbit! Nyalakan api di sebelah timur istana, pukul beras seolah-olah hari sudah pagi. Kita akan menipu mereka—kita akan membuat jin-jin itu percaya bahwa fajar sudah dekat!”

Paham perlahan muncul di wajah para wanita itu. Dengan cepat, mereka bergerak, tersebar ke seluruh istana, mengumpulkan jerami, menyalakan api, dan menciptakan suara-suara pagi. Asap mengepul ke langit. Ayam jantan, bingung oleh cahaya palsu, mulai berkokok.

Akankah tipu daya ini berhasil? Roro Jonggrang hanya bisa berharap, namun segera ia mengumpulkan keberaniannya dan berbicara kepada para pendamping setianya sekali lagi.

“Dengarkan,” bisiknya dengan cepat, “jin-jin itu membangun candi-candi lebih cepat dari yang kita bayangkan. Kita harus menghentikan mereka sebelum candi terakhir selesai. Bakar jerami—biarkan api menjulang tinggi. Pukul lesung—buat suara seperti pagi. Jika kita berhasil, mereka akan percaya matahari sudah terbit, dan mereka akan lari! Jin-jin takut dengan cahaya fajar.”







Halaman istana segera berpendar oleh cahaya api.

Asap mengepul di antara pepohonan, bara merah menari-nari tertiup angin malam, dan dentuman lesung menggema laksana detak jantung fajar. Di timur, cahaya jingga samar menyapu langit—bukan dari sang surya, melainkan dari jerami yang membara. Ayam jantan pun berkokok kebingungan, dan burung-burung mulai berisik di sarangnya.

Para jin, yang peka terhadap datangnya cahaya pagi, panik. Dalam sekejap, mereka lenyap menjadi kabut dan bayangan, meninggalkan batu-batu setengah jadi dan sihir yang tak sempat diselesaikan. Mereka benar-benar percaya bahwa fajar telah tiba.

Tipuan itu berhasil.

Namun saat Bandung Bondowoso datang dan melihat bahwa hanya ada 999 candi yang berdiri, wajahnya langsung diselimuti amarah. Ia menyadari apa yang sebenarnya telah terjadi.

"Berani sekali kau menipuku, Roro Jonggrang?!"
gumamnya lantang, suaranya mengguncang bumi.
"Kau hina cintaku. Kau hina kekuatanku."

Roro Jonggrang tetap tegak berdiri, diam dan anggun, tak goyah oleh ancaman pria yang telah menaklukkan kerajaannya. Ia tidak akan menyerah.

"Kau bilang hanya kurang satu candi?"
Mata Bandung Bondowoso menyala oleh murka.
"Maka biarlah engkau menjadi yang terakhir!"

Dengan satu kibasan tangan dan kekuatan gaibnya yang dahsyat, Roro Jonggrang pun dikutuk menjadi batu—sosok anggun yang membeku dalam waktu, selamanya menjadi bagian dari candi yang berusaha ia hindari.

Hingga kini, patungnya masih berdiri di antara kemegahan kompleks Candi Prambanan di Jawa Tengah. Kompleks candi itu pun dikenal dengan nama Candi Roro Jonggrang, sang gadis langsing yang abadi dalam legenda.




🌿 Pesan Moral 🌿
Legenda Roro Jonggrang mengajarkan bahwa kecerdikan bisa menjadi senjata yang kuat—namun harus digunakan dengan bijaksana. Tipu daya, meskipun demi bertahan hidup, bisa membawa konsekuensi tak terduga dan abadi. Kisah ini juga mencerminkan bahaya dari obsesi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pada akhirnya, kekuatan sejati datang dari integritas, kasih sayang, dan rasa hormat—bukan penaklukan atau paksaan.





Candi Prambanan



🏯✨ Fakta Menarik: Siapa Sebenarnya yang Membangun Candi Prambanan?
Tahukah kamu? Dalam legenda, Bandung Bondowoso menggunakan jin-jin sakti untuk membangun 1.000 candi hanya dalam satu malam! 😮
Luar biasa, ya... tapi bukan itu yang sebenarnya terjadi!

Candi Prambanan dibangun pada zaman dahulu kala oleh para raja sungguhan—dan butuh waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikannya!
Pembangunannya dimulai oleh Raja Rakai Pikatan pada abad ke-9 Masehi. 🏗️ Setelah itu, Raja Lokapala dan Raja Balitung Maha Sambu melanjutkan pembangunan. Bahkan setelah mereka wafat, raja-raja lain seperti Raja Daksha dan Raja Tulodong terus menambahkan bagian-bagian baru ke kompleks candi ini. ⛏️👑

Candi ini dibangun untuk memuliakan Dewa Siwa, dan pada zaman dahulu disebut Shiva-grha, yang berarti “Rumah Siwa.” 🕉️

Jadi, walau kisah Bandung Bondowoso dan para jin sangat menarik untuk diceritakan, sesungguhnya yang membangun Candi Prambanan adalah para raja bijak dan rakyat pekerja keras yang menciptakan mahakarya luar biasa—yang masih berdiri kokoh hingga lebih dari 1.000 tahun kemudian! 😄✨







Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection