Search This Blog

Showing posts with label Digital Painting. Show all posts
Showing posts with label Digital Painting. Show all posts

Lipizzaner Book Cover

The sketch of a Lipizzaner horse book cover





Pendahuluan: Mengungkap Keanggunan Kuda Lipizzaner

Di jantung Eropa, tempat sejarah dan keahlian menunggang kuda saling terkait, terdapat jenis kuda yang melambangkan keanggunan, kekuatan, dan keindahan abadi. Makhluk-makhluk mulia ini telah menari sepanjang sejarah waktu, memikat para kaisar, memikat para raja, dan meninggalkan jejak keajaiban di jejak kaki mereka. Mereka adalah kuda Lipizzaner, ras yang telah melampaui status kuda menjadi karya seni yang hidup.

Bayangkan sebuah dunia di mana kuda tidak hanya menjadi binatang beban tetapi juga bintang pertunjukan, di mana setiap gerakan mereka merupakan simfoni kekuatan dan ketenangan. Ini adalah dunia Lipizzaner, di mana ikatan antara kuda dan penunggangnya merupakan bukti dedikasi manusia dan upaya mencapai kesempurnaan.

Bergabunglah bersama kami dalam perjalanan menuju alam kuda Lipizzaner yang mempesona, tempat sejarah, warisan, dan keahlian menunggang kuda bertemu. Saat kita mempelajari kisah menarik mereka, Anda akan memahami mengapa kuda-kuda ini dihormati sebagai legenda hidup, yang memikat hati dan pikiran.

Bersiaplah untuk perjalanan melintasi waktu dan tradisi, saat kami mengungkap rahasia di balik gerakan khas Lipizzaner, garis keturunan agung mereka, dan warisan abadi mereka. Bersiaplah untuk terpikat oleh dunia kuda Lipizzaner, di mana setiap hentakan kuku menceritakan kisah keanggunan dan kesenian.



Somewhere That's Green

 


Inspired by Little Shop of Horrors 1986 Motion Picture.
Audrey II's appearance was cute when she was a little. She looked like a rose to me.



Somewhere That's Green

In a place where dreams take flight,  
Amidst the blossoms pink and bright,  
There lies a home, serene and neat,  
A perfect world, a sweet retreat.

A couple dances on the lawn,  
Beneath the sky of early dawn,  
Their love, a spark, forever seen,  
In a world that's lush and evergreen.

A bird of pink with wings so light,  
Circles 'round in pure delight,  
Singing songs of hope and cheer,  
In this place where love is near.

A cottage stands with flowers ‘round,  
A peaceful haven, love unbound,  
With blooming roses, lush and grand,  
A testament to dreams so planned.

Their future bright, their hearts aglow,  
In this green haven, love will grow,  
Hand in hand, through life they’ll lean,  
Forevermore, somewhere that’s green.

---



The artwork is inspired by the movie "Little Shop of Horrors." The title "Somewhere That's Green" is a song from the movie, sung by the character Audrey. Your illustration beautifully captures the idealized dream of a perfect suburban life that Audrey imagines in the song. The vibrant colors, the lush greenery, and the whimsical elements like the pink bird all evoke the hopeful and dreamy tone of the song. The poem reflects the idyllic and hopeful nature of the artwork. the poem inspired by the artwork and the song "Somewhere That’s Green."



White Unicorn


Digital painting
by Winry Marini 2008

Naga


Unfinished Dragon
by Winry Marini (2008)

Kuda


Lukisan Digital
oleh winry Marini (2008)

Black Horse

Digital Painting By Winry marini (2008)

If you are fearful, a horse will back off. If you are calm and confident, it will come forward. For those who are often flattered or feared, the horse can be a welcome mirror of the best in human nature. ~ Clare Balding

Jika Pilot Salah Perhitungan



SALAH jalur ternyata tidak saja dialami oleh mobil di jalan raya, tapi juga pesawat terbang. Beruntung peristiwa salah jalur itu terjadi saat pesawat berada di darat (bandara). Kalau terjadi di udara, tak bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi.

Hal itu terjadi manakala seorang pilot pesawat Boeing 737 milik Hongkong Airlines dinilai teledor. Celakanya pilot yang mengemudikan pesawat itu ternyata berasal dari Indonesia.

Harian Sunday Morning Post, Minggu (14/12), memberitakan, pilot dan kopilot Boeing 737 yang berpenumpang 122 orang dan 7 awak itu dipecat karena berupaya menerbangkan pesawat dengan lepas landas melalui jalur jalan (taxiway) ke landasan utama.

Pilot asal Indonesia yang tidak disebutkan namanya dan kopilot yang berasal dari Argentina itu belum sempat melaksanakan niatnya karena dihentikan petugas pengawas Bandara Internasional Hongkong.

Kejadian pada 13 September itu terjadi saat pesawat hendak terbang ke Cheongju, Korea Selatan. Memang jalur ke landasan pacu utama itu sejajar dengan landasan pacu, tetapi lebih sempit, ada lampu hijau, tetapi tak ada lampu di tengah seperti pada landasan pacu.

Namun, pilot dan kopilot membantah hendak lepas landas dari jalan ke landasan utama itu. Mereka berada dalam kecepatan biasa, bukan hendak lepas landas.

Tapi apa pun dalihnya, pilot dan kopilot itu akhirnya dipecat pihak manajemen Hongkong Airlines yang melayani 30 kota di seluruh Asia. Pihak Bandara Internasional Hongkong kini diperintahkan memperbaiki lampu dan sinyal landasan utama dan jalur ke landasan utama. Ada-ada saja. (Media Indonesia)

Pegasus King


Digital Painting
by Winry Marini (2007)

Forest Friends

Unicorn and Friends, 2007



Unicornu and the Enchanted Forest Friends


In the heart of the Enchanted Forest, where the trees danced with the wind and the flowers bloomed in every shade imaginable, lived a pink unicorn named Unicornu. Unicornu was known far and wide for her kindness, her gentle spirit, and her shimmering pink mane that sparkled like the dawn.

Unicornu's closest friends were the inhabitants of the forest, each one unique and special in their own way. There was Blue, a playful blue unicorn with a mane as bright as the sky. There was Blossom, a gentle bear with a flower perched atop her head, spreading joy wherever she went. And there was Stag, a majestic deer with antlers that gleamed in the sunlight.

Together, Unicornu and her friends roamed the forest, exploring its wonders and spreading love and laughter wherever they went. They would chase butterflies through the meadows, leap over babbling brooks, and bask in the warmth of the sun filtering through the trees.

One day, as Unicornu and her friends were frolicking in the forest, they stumbled upon a rabbit named Thumper and a squirrel named Nutmeg. Thumper was a lively rabbit with ears that twitched with excitement, while Nutmeg was a nimble squirrel with a mischievous twinkle in her eye.

"Hello there, new friends!" Unicornu exclaimed, her voice as sweet as a melody. "What brings you to our enchanted forest?"

Thumper hopped forward, his nose twitching with curiosity. "We heard tales of this magical place and couldn't resist exploring for ourselves," he said.

Nutmeg scampered up to Blossom, her eyes wide with wonder. "We've never seen anything quite like it!" she exclaimed.

Unicornu smiled warmly at the newcomers. "Well, you're in luck," she said. "You're now part of our forest family!"

And so, Thumper and Nutmeg joined Unicornu and her friends on their adventures, adding their own special magic to the mix. They would play hide and seek among the trees, build forts out of fallen leaves, and have picnics under the shade of the oak tree.

As the days turned into weeks and the weeks into months, Unicornu and her forest friends grew even closer, bound together by the magic of friendship and the beauty of the Enchanted Forest. And though they may have been different in many ways, they knew that together, they were stronger, happier, and more alive than ever before.

For in the heart of the Enchanted Forest, where the pink unicorn roamed with her friends, anything was possible, and every day was a new adventure waiting to be discovered.

Zora, Gadis Penunggang Kuda




Zora, Gadis Penunggang Kuda
Zora, the Horse Riding Girl

" If ever man made a great qonquest then that of the horse, which he gained as a friend."
Comte De Buffon

Legenda Telaga Pasir


The Legend of Telaga Pasir >> The Legend of Telaga Pasir

Cerita rakyat dari Jawa Timur

DAHULU kala, hiduplah pasangan suami istri di hutan Gunung Lawu, Jawa Timur. Ia Kyai Pasir dan istrinya Nyai Pasir. Mereka hidup damai. Kyai Pasir adalah petani. Dia bekerja di ladang. Nyai Pasir hanya tinggal di rumah. Setiap hari dia membersihkan rumah dan memasak untuk mereka.

Itu pagi yang indah, Kyai Pasir meninggalkan rumah dan pergi ke ladangnya. Sementara ia berjalan, ia menemukan sesuatu.

Dia melihatnya dengan hati-hati, "Apakah ini? Telur? Tapi apa jenis telur ini? Ini sangat besar."

Kyai Pasir meletakkan telur kembali ke tanah. Dia terus berjalan. Di rumah, Kyai Pasir menceritakan istrinya tentang telur tersebut.

"Kenapa kau tidak membawa telur di rumah?" tanya Nyai Pasir.

"Ia sangat besar. Saya merasa benar-benar aneh tentang telur," jelas Kyai Pasir.

"Jika telur benar-benar besar, maka kami berdua bisa makan. Tolong bawa pulang telur itu, Kyai," tanya Nyai Pasir.

Pada hari-hari berikutnya, Kyai Pasir pergi ke lapangan seperti biasa. Ia berencana untuk membawa pulang telur seperti yang diminta istrinya.

Kyai Pasir berjalan dengan hati-hati. dia tidak ingin tersandung telur untuk kedua kalinya. Dia melihat sekeliling. Akhirnya dia menemukan telur. Dengan hati-hati ia membawa pulang telur.

"Nyai, ini adalah telur saya katakan."

"Anda benar, Kyai. Telur besar. Aku ingin tahu hewan apa yang memiliki telur ini."

Nyai Pasit tidak menunggu lama untuk merebus telur. Dan setelah itu, mereka berdua makan telur.

Mereka berdua merasa sangat kenyang. Dan itu membuat mereka sangat mengantuk. Tidak lama setelah itu mereka tertidur. Di pagi hari Kyai dan Nyai Pasir bangun seperti biasa. Kyai Pasir akan mandi kemudian ia pergi ke ladang.

Dalam perjalanan ke ladang, ia merasa tubuhnya sangat tidak nyaman. Dia merasa tubuhnya gatal. Dia menggaruk tubuhnya. Tiba-tiba ia merasa tenggorokannya begitu panas. Dia sangat membutuhkan air. Dia menjerit kesakitan.

Dia begitu terkejut! ia melihat kulitnya berubah menjadi sisik. Sama seperti sisik reptil. Dia menyentuh kepalanya. Dia merasa ada sesuatu yang tumbuh di kepalanya. Dia benar-benar terkejut. Sebuah tanduk tumbuh. Dan dia juga memiliki ekor. Tubuhnya perlahan semakin besar. Dia berubah menjadi naga!

Sementara itu, di rumah Nyai Pasir juga merasakan hal yang sama. Dia begitu panik. Dia berteriak-teriak. Dia berlari ke ladang. Dia ingin mencari suaminya. Ketika dia tiba di lapangan, ia melihat seekor naga menggerakkan tubuhnya di tanah.

Perlahan Nyai Pasir juga berubah menjadi naga. Kedua naga mencoba untuk berjalan tapi mereka terlalu lemah untuk melakukan itu. Mereka hanya bisa menggerakkan tubuh mereka di atas tanah. Mereka meminindahkan tubuh mereka begitu berat dan membuat lubang yang sangat besar. Lubang itu menjadi lebih dalam dan dalam. Segera air keluar dari lubang. Air keluar sangat banyak. Dan menghasilkan sebuah danau. Sejak itu, orang memberinya nama danau sebagai Telaga Pasir. ***

Telaga Pasir atau Telaga Sarangan

If I Had a Million Coins.


Pet Society drawing competition.
Use a million coins to save our Earth

Mustang and Grizzly Bear

Wild Companions: The Unlikely Friendship of a Mustang and a Grizzly Bear



A friendship between a stallion (horse) and a giant bear




In the expansive wilds, where mountains meet the sky and rivers flow endlessly, a remarkable bond blossoms between two unlikely companions: a spirited mustang and a powerful grizzly bear.

Their friendship puzzles onlookers, as traditionally, they would be considered foes. Yet, destiny intertwines their paths, merging them into the fabric of life.

One day, amidst a sun-kissed meadow, their worlds collide. Initially cautious, they exchange wary glances, but curiosity draws them together.

With a tender nuzzle, the mustang extends friendship, which the grizzly bear accepts with a nod. Thus begins their extraordinary relationship, founded on mutual respect and understanding.

Together, they explore the untamed wilderness, embracing its wonders and overcoming challenges. They race across plains, navigate rivers, and dance under starry skies.

In each other's presence, they find solace and resilience, transcending their differences. In the heart of the wilderness, where freedom reigns, even the most improbable friendships flourish.

As the sun sets and shadows lengthen, they stand united, defying nature's norms. In the wilderness' heart, where dreams thrive and love knows no bounds, their friendship endures, a testament to the power of connection.


Digital Painting By Winry Marini 2006

The illustration of a mustang hugging a grizzly bear could symbolize various things depending on the context and your personal interpretation. Here are a few possible interpretations:

1. Unity and Harmony: The image of two unlikely animals hugging could represent the idea of different species coming together in harmony, despite their differences. It may symbolize the importance of unity and cooperation among diverse groups.

2. Strength and Resilience: Both the mustang and the grizzly bear are powerful and resilient animals in their own right. The illustration could symbolize strength and resilience in the face of challenges, highlighting the importance of standing strong and supporting one another.

3. Connection with Nature: Mustangs and grizzly bears are both iconic symbols of the natural world. The illustration may evoke feelings of connection with nature and appreciation for the beauty and diversity of wildlife.

4. Friendship and Compassion: The act of hugging often symbolizes friendship, love, and compassion. The illustration could represent the bond between different creatures and the importance of kindness and empathy towards others.

Ultimately, the meaning of the illustration is open to interpretation and may resonate with different people in different ways. It's a beautiful and thought-provoking image that invites viewers to reflect on themes of unity, strength, and connection with the natural world.

The Secret Garden


Illustration Exhibition at Goelali Children’s Film Festival 2011

Burung puyuh dan burung manyar - Sarangku Lebih Baik Daripada Milikmu

Kisah Dua Sarang: Belajar Menghargai Perbedaan

My Nest Is Better Than Yours >> English version

Cerita Rakyat dari Riau




Seekor burung puyuh dan seekor burung manyar adalah sahabat sejati. Meskipun mereka sangat berbeda—yang satu senang mengais di tanah dan yang satu lagi menari di langit dengan sayapnya—mereka selalu saling menjaga.

Setiap pagi, mereka akan bertemu di tepi padang rumput dan menghabiskan hari mencari makan bersama, berkicau riang dan saling berbagi apa pun yang mereka temukan. Saat matahari mulai terbenam, mereka akan berpisah dan pulang ke sarang masing-masing—masing-masing tersembunyi di sudut hutan yang nyaman.

Suatu sore, awan gelap bergulung di langit dan hujan pun turun deras. Burung puyuh dan burung manyar segera berlindung di bawah pohon besar dengan ranting dan daun yang lebat. Sambil mendengarkan suara tetesan hujan di atas kepala mereka, mereka mulai berbincang tentang tempat tinggal mereka.

“Sarangku luar biasa,” kata burung manyar dengan bangga. “Sangat bersih dan kuat. Aku merangkainya dengan hati-hati, menenun daun-daun tua dan ranting kecil. Sarangku menggantung di cabang yang tinggi, aman dari hujan dan hewan-hewan penasaran. Aku merasa sangat nyaman tinggal di sana!”

Burung puyuh menggembungkan bulunya dan menjawab, “Sarangku juga hebat. Kuat, dan aku bahkan tak perlu repot membuatnya. Aku hanya perlu mencari lubang di pohon tumbang yang besar, dan itu menjadi rumahku. Sederhana dan aman!”

Burung manyar memiringkan kepalanya dan berkata, “Tapi tetap saja, menurutku sarangku lebih baik. Aku bekerja keras membangunnya, dan sarangnya rapi dan indah.”

Burung puyuh agak mengerutkan keningnya. “Aku tidak setuju. Sarangku lebih baik—ada di tanah, tersembunyi dengan baik, dan aku bisa pindah kapan saja jika perlu.”

Percakapan yang tadinya ramah pun berubah menjadi perdebatan kecil. Masing-masing bersikeras bahwa sarangnya yang paling baik. Apa yang dimulai sebagai obrolan ringan berubah menjadi hampir pertengkaran, bulu mereka mulai mengembang karena rasa bangga.






Untuk menyelesaikan masalah ini sekali dan untuk selamanya, mereka membuat sebuah rencana.

“Ayo kita tinggal di sarangku malam ini,” usul burung tenun. “Dan besok, kita coba sarangmu.”

“Baiklah,” kata burung puyuh sambil mengangguk. “Mari kita lihat sarang siapa yang benar-benar terbaik.”

Maka, kedua teman itu berjabat sayap atas kesepakatan tersebut, masing-masing diam-diam berharap bahwa temannya yang akan terbukti salah—namun tanpa mengetahui bahwa hutan masih memiliki lebih banyak pelajaran untuk mereka. 🌿🐦

Hari sudah sore ketika kedua teman itu menuju sarang burung tenun.

Tengger di cabang pohon yang bergoyang, sarang itu tersembunyi dengan aman di antara dedaunan. Burung tenun terbang dengan mudah, sayapnya mengepak lembut saat dia mencapai rumah nyaman miliknya dalam waktu singkat.

Namun, burung puyuh berdiri di pangkal pohon, memandang ke atas dengan mata terbelalak. Dia bukan penerbang yang kuat seperti temannya. “Hmm... ini lebih tinggi dari yang kukira,” gumamnya. Dengan lompatan kecil dan cakar yang penuh tekad, dia mulai memanjat kulit pohon yang kasar, menggunakan akar dan cabang seperti tangga. Memang butuh waktu, tetapi akhirnya, dengan napas terengah-engah dan lelah, dia sampai di sarang.

“Wah! Aku berhasil,” katanya sambil menggoyangkan bulunya.

Kedua teman itu pun beristirahat bersama, berpelukan di sarang yang lembut saat langit mulai gelap. Begitu mata mereka hampir terpejam, tetesan hujan yang lebat mulai turun. Tak lama kemudian, badai besar datang. Angin menderu melalui pepohonan, dan cabang-cabang pohon bergoyang dengan liar.

Mata burung puyuh terbuka lebar. “A-apa yang terjadi?! Cabangnya bergerak terlalu banyak! Aku akan jatuh!” pekiknya sambil memegang tepi sarang.

“Tenang saja,” gumam burung tenun dengan malas. “Cabang ini sudah menopang sarangku melalui banyak badai. Kita aman di sini.”

Namun burung puyuh tak bisa tenang. Setiap hembusan angin membuatnya semakin kuat memegang sarang. Bulu-bulunya mengembang karena ketakutan, dan tubuhnya tak bisa berhenti gemetar.

Sepanjang malam, dia terjaga, jantungnya berdebar setiap kali cabang bergoyang, berharap dia tetap di tanah. 🌧️🌬️🐦

Keesokan paginya, saat matahari mengintip di balik awan, kedua sahabat itu pergi mencari makan seperti biasanya. Setelah seharian mematuk dan mencari makanan, mereka menuju sarang burung puyuh untuk bermalam.

Saat tiba di sana, burung tenun memandang sekeliling dengan heran.

“Kamu tinggal di sini? Di bawah pohon besar yang tumbang ini?” tanyanya sambil memiringkan kepala.

“Iya!” jawab burung puyuh dengan bangga. “Memang tidak terlihat mewah, tapi tempat ini aman dan nyaman. Karena pohonnya sudah roboh, tidak ada angin yang mengguncangnya. Kamu akan lihat sendiri—ini sangat hangat.”

Burung tenun mengepak turun dan bersandar di samping sahabatnya di atas hamparan daun kering yang lembut. Awalnya, semuanya terasa damai. Tapi saat malam tiba, awan gelap kembali menggulung, dan tak lama kemudian hujan deras mulai turun.

Burung tenun mengembangkan bulu-bulunya, berusaha tetap kering. Tapi perlahan, air merembes ke dalam sarang sampai akhirnya keduanya mulai kebasahan.

“Brrr… aku kedinginan sekali,” cicit burung tenun, menggigil.

“Jangan khawatir,” kata burung puyuh dengan lembut. “Hujannya akan berhenti. Kamu akan kering sebentar lagi. Ini biasa buatku—aku sudah terbiasa.”

Burung tenun mencoba tidur, tapi dia terus gelisah, berguling ke sana kemari, tak bisa terlelap. Tanah yang lembap dan tetesan air dari daun membuatnya tak nyaman sepanjang malam.

Sementara itu, burung puyuh sudah tertidur lelap, meringkuk dengan damai.

Keesokan paginya, burung tenun tampak lelah dan sedikit kesal.

“Sarangmu memang stabil,” katanya, “tapi tidak terlalu kering.”

Burung puyuh meregangkan sayapnya dan menguap. “Benar. Tapi aku tidur nyenyak seperti batu!”

Kedua sahabat itu saling memandang… lalu tertawa bersama.

“Kita memang berbeda,” kata burung tenun.

“Ya,” setuju burung puyuh. “Dan itu tak apa-apa. Sarangku cocok untukku, dan sarangmu cocok untukmu.”

Sejak hari itu, mereka tak pernah bertengkar lagi soal sarang siapa yang lebih baik. Sebaliknya, mereka terus saling membantu, berbagi cerita, makanan, dan tawa—karena mereka sadar, persahabatanlah sarang terbaik dari semuanya. πŸ’›πŸ‘πŸ¦πŸ€πŸŒ¦️





🌟 Pesan Moral Cerita:

Setiap makhluk punya cara hidupnya sendiri. Hanya karena sesuatu cocok bagi satu orang, bukan berarti itu cocok bagi yang lain. Daripada saling berdebat siapa yang hidupnya lebih baik, akan lebih bijak dan lembut jika kita saling menghargai perbedaan. Persahabatan sejati tumbuh saat kita belajar memahami dan menerima satu sama lain. πŸ•Š️🐦🌧️









Orcas and Ice Mountain


Orca/Killer Whale Digital Painting
by Winry Marini

"The fidelity question is difficult for me. Society has made us believe we're supposed to be monogamous when we're not killer whales, or whatever the monogamous species is."
~Rachel Hunter

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection