Di Indonesia peranan kuda sampai meningkat untuk keperluan olahraga, tidak banyak berbeda dengan negara-negara lain. Tetapi peranan kuda di Indonesia lebih dekat dengan masyarakat petani, dari pada keluarga Raja. Dahulunya oleh para petani, kuda disamping untuk keperluan angkutan, juga untuk menarik bajak di sawah, disamping kerbau di beberapa daerah.
Sedang cikal bakal olahraga ketangkasan berkuda di Indonesia berawal dari menunggang kuda sambil berburu di hutan-hutan. Kesenangan berburu dengan menunggang kuda ini masih banyak ditemukan di daerah Nusa Tenggara Barat dan Timur. Di pulau Jawa, kuda di abad 16 sebelumnya menjadi simbol kemegahan para Raja dan dipergunakan untuk peperangan, yang pada gilirannya dijadikan untuk olahraga sebagai tontonan.
Pada zaman Belanda, olahraga berkuda dikenal rakyat melalui pacuan kuda, yang dilakukan pada hari-hari pasar atau ulang tahun Ratu Belanda. Hampir setiap daerah menjadi pusat kegiatan pacuan kuda, dan dari situlah tumbuh peternakan tradisional, yang melahirkan kuda-kuda pacu lokal, yang dikenal dengan kuda Batak, kuda Padang Mangatas, kuda Priangan, kuda Sumba, kuda Minahasa dan kuda Sandel.
Daerah-daerah yang dikenal mempunyai ternak-ternak kuda tradisional adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara. Lomba ketangkasan berkuda mulai dikenal melalui serdadu-serdadu Belanda dengan lomba lompat rintangan (Jumping). Salah satu pusat kavaleri berkuda waktu itu terletak di kota Cimahi, 10 km dari Bandung ke arah barat.
Pada zaman Belanda, organisasi olahraga kuda pacu sudah terbentuk, sesuai dengan perkembangan fasilitas gelanggang pacuan di daerah-daerah. Perkumpulan yang tereknal pada waktu itu, adalah : Bataviase en Buitenzorgse Wedloop Sociteit (BBWS), Minahasa Wedloop Societeit (MWS), Preanger Wedloop Sociteit (PWS). Setelah kemerdekaan, maka di tahun 1950 di beberapa daerah yang sebelum perang Dunia II ada perkumpulan kuda pacu, mulai menata kembali perkumpulan-perkumpulannya. Seperti di Bogor dengan Perkumpulan Pacuan Kuda Jakarta-Bogor (PPKDB) dan Perkumpulan Pacuan Kuda Priangan (PPKP) dan lain-lainnya.
Di tahun 1953 didirikan suatu badan yang berusaha menyatukan semua perkumpulan olahraga berkuda di Indonesia, diberi nama Pusat Organisasi PONI Seluruh Indonesia (POPSI) dengan ketuanya Letkol. Singgih. Tetapi POPSI dalam perkembangannya, malahan surut dan menjadi federasi-federasi, yang akhirnya hilang begitu saja. Kemudian pada tahun 1966, berdirilah organisasi berkuda yang merupakan satu-satunya yang telah diakui oleh KONI Pusat, yaitu : Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI).
PORDASI dibentuk atas prakarsa empat daerah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan satu klub SEKARDIU yang dibentuk corps Kavaleri Bandung. Sebagai Ketua Umum pertama adalah Achmad Syam dari Bogor, PORDASI diakui oleh pemerintah sebagai satu-satunya organisasi Induk berkuda di Indonesia, dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Olahraga tanggal 28 Oktober 1966, nomor : 016/tahun 1966. Sejak itu PORDASI selalu aktif menyelenggarakan perlombaan-perlombaan, baik dalam lomba pacuan kuda maupun lomba ketangkasan berkuda.
Di Jakarta pada tahun 1970-an dibuka gelanggang pacuan kuda di daerah Pulo Mas, Jakarta Timur, namun pada tahun 1980-an ditutup seiring dengan dilarangnya kegiatan perjudian di Indonesia.
Di Indonesia, pacuan kuda saat ini menjadi salah satu bagian dari cabang olahraga yang diperlombakan di PON (Pekan Olahraga Nasional). Di beberapa daerah seperti di Bima (NTB) pacuan kuda masih cukup populer, bahkan disana kebanyakan anak-anak yang menjadi jokinya.
Sedang cikal bakal olahraga ketangkasan berkuda di Indonesia berawal dari menunggang kuda sambil berburu di hutan-hutan. Kesenangan berburu dengan menunggang kuda ini masih banyak ditemukan di daerah Nusa Tenggara Barat dan Timur. Di pulau Jawa, kuda di abad 16 sebelumnya menjadi simbol kemegahan para Raja dan dipergunakan untuk peperangan, yang pada gilirannya dijadikan untuk olahraga sebagai tontonan.
Pada zaman Belanda, olahraga berkuda dikenal rakyat melalui pacuan kuda, yang dilakukan pada hari-hari pasar atau ulang tahun Ratu Belanda. Hampir setiap daerah menjadi pusat kegiatan pacuan kuda, dan dari situlah tumbuh peternakan tradisional, yang melahirkan kuda-kuda pacu lokal, yang dikenal dengan kuda Batak, kuda Padang Mangatas, kuda Priangan, kuda Sumba, kuda Minahasa dan kuda Sandel.
Daerah-daerah yang dikenal mempunyai ternak-ternak kuda tradisional adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara. Lomba ketangkasan berkuda mulai dikenal melalui serdadu-serdadu Belanda dengan lomba lompat rintangan (Jumping). Salah satu pusat kavaleri berkuda waktu itu terletak di kota Cimahi, 10 km dari Bandung ke arah barat.
Pada zaman Belanda, organisasi olahraga kuda pacu sudah terbentuk, sesuai dengan perkembangan fasilitas gelanggang pacuan di daerah-daerah. Perkumpulan yang tereknal pada waktu itu, adalah : Bataviase en Buitenzorgse Wedloop Sociteit (BBWS), Minahasa Wedloop Societeit (MWS), Preanger Wedloop Sociteit (PWS). Setelah kemerdekaan, maka di tahun 1950 di beberapa daerah yang sebelum perang Dunia II ada perkumpulan kuda pacu, mulai menata kembali perkumpulan-perkumpulannya. Seperti di Bogor dengan Perkumpulan Pacuan Kuda Jakarta-Bogor (PPKDB) dan Perkumpulan Pacuan Kuda Priangan (PPKP) dan lain-lainnya.
Di tahun 1953 didirikan suatu badan yang berusaha menyatukan semua perkumpulan olahraga berkuda di Indonesia, diberi nama Pusat Organisasi PONI Seluruh Indonesia (POPSI) dengan ketuanya Letkol. Singgih. Tetapi POPSI dalam perkembangannya, malahan surut dan menjadi federasi-federasi, yang akhirnya hilang begitu saja. Kemudian pada tahun 1966, berdirilah organisasi berkuda yang merupakan satu-satunya yang telah diakui oleh KONI Pusat, yaitu : Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI).
PORDASI dibentuk atas prakarsa empat daerah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan satu klub SEKARDIU yang dibentuk corps Kavaleri Bandung. Sebagai Ketua Umum pertama adalah Achmad Syam dari Bogor, PORDASI diakui oleh pemerintah sebagai satu-satunya organisasi Induk berkuda di Indonesia, dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Olahraga tanggal 28 Oktober 1966, nomor : 016/tahun 1966. Sejak itu PORDASI selalu aktif menyelenggarakan perlombaan-perlombaan, baik dalam lomba pacuan kuda maupun lomba ketangkasan berkuda.
Partisipasi Dalam Kompetisi
Selama ini ECI-PORDASI telah mengikuti beberapa kegiatan kompetisi, baik yang internasional maupun tingkat nasional. Di internasional turut terjun dalam Asian Games, SEA Games, ASEAN, FEI World Challenge dan sebagainya. Sedang tingkat nasional turut serta dalam Pekan Olahraga Nasional (PON). Walaupun di tingkat internasional, Indonesia belum begitu banyak berbicara, tetapi keikutsertaan PORDASI di arena Internasional, merupakan modal utama bagi perkembangan dan peningkatan prestasi olahraga berkuda Indonesia.Saat ini Komisi Equestrian Indonesia ECI – PORDASI diakui sebagai federasi nasional olahraga berkuda equestrian.Di Jakarta pada tahun 1970-an dibuka gelanggang pacuan kuda di daerah Pulo Mas, Jakarta Timur, namun pada tahun 1980-an ditutup seiring dengan dilarangnya kegiatan perjudian di Indonesia.
Di Indonesia, pacuan kuda saat ini menjadi salah satu bagian dari cabang olahraga yang diperlombakan di PON (Pekan Olahraga Nasional). Di beberapa daerah seperti di Bima (NTB) pacuan kuda masih cukup populer, bahkan disana kebanyakan anak-anak yang menjadi jokinya.
No comments:
Post a Comment