Nilo dan Gajah Purba: Sahabat Kecil dari Masa Lalu
English Version: Nilo and the Ancient Elephant
Angin lembut berhembus di antara pepohonan lebat Flores. Nilo, seorang anak kecil dari suku Ebu Gogo, berjalan sendirian di hutan, mencari buah-buahan untuk keluarganya. Tiba-tiba, ia mendengar suara gemerisik di balik semak-semak. Dengan hati-hati, ia mendekat dan melihat seekor anak gajah mungil dengan telinga lebar dan gading kecil yang baru tumbuh.
Itu bukan sembarang gajah. Nilo mengenali makhluk ini dari cerita para Tetua—seekor stegodon, makhluk purba yang diyakini telah lama punah. Mata stegodon kecil itu terlihat ketakutan, kakinya terjerat akar pohon.
Tanpa ragu, Nilo berjongkok dan mulai melepaskan akar-akar yang melilit kaki mungil itu. Stegodon kecil menggoyangkan belalainya dengan riang, seolah berterima kasih. Nilo tersenyum, menepuk lembut kepalanya.
“Kau sendirian?” tanya Nilo.
Stegodon itu mengeluarkan suara lirih, matanya berkaca-kaca. Ia tersesat dari keluarganya. Nilo mengangguk paham dan memutuskan untuk membantu makhluk kecil itu mencari jalan pulang.
Selama berhari-hari, mereka berdua menjelajahi hutan bersama. Nilo mengajari stegodon cara menemukan buah-buahan yang aman dimakan, sementara stegodon kecil mengajarkan Nilo cara mendengarkan suara hutan—melihat tanda-tanda bahaya, membaca jejak, dan memahami bahasa alam.
Namun, bahaya mengintai. Para Orang Besar semakin sering memasuki hutan, menebangi pepohonan dan berburu dengan rakus. Suatu malam, mereka hampir tertangkap ketika sekelompok pemburu melihat jejak kaki stegodon di tanah. Nilo tahu, jika mereka menemukan makhluk ini, mereka tidak akan membiarkannya hidup.
Dengan penuh keberanian, Nilo memimpin sahabat kecilnya menuju gua tersembunyi yang menurut cerita para Tetua, adalah tempat perlindungan leluhur stegodon. Saat mereka tiba di sana, terdengar suara berat menggetarkan tanah. Dari dalam gua, muncul kawanan stegodon besar dengan mata penuh kebijaksanaan. Sang pemimpin kawanan mendekat, belalainya menyentuh lembut kepala anak stegodon.
Ia telah kembali ke keluarganya.
Nilo tersenyum, meskipun hatinya berat berpisah dengan sahabat barunya. Namun, sebelum pergi, stegodon kecil itu menempelkan belalainya ke dahi Nilo, seolah mengucapkan janji—mereka akan selalu menjadi bagian dari satu sama lain.
Saat Nilo berjalan kembali ke komunitasnya, ia menyadari satu hal: kisah ini harus diceritakan. Agar dunia tahu bahwa mereka, para penghuni hutan yang terlupakan, bukan hanya legenda. Mereka adalah bagian dari sejarah yang hidup, menunggu untuk ditemukan kembali.
Dan di dalam hutan, di balik pepohonan lebat, jejak-jejak kecil seekor stegodon masih tersimpan, mengingatkan bahwa persahabatan sejati bisa melampaui waktu dan legenda.
Baca Juga: Ebu Gogo: Jejak Terakhir di Hutan Flores
No comments:
Post a Comment