Dae La Minga

Dae La Minga: Pengorbanan Seorang Putri yang Mengutamakan Kebaikan Rakyatnya di Kerajaan Sanggar



Dae La Minga | English Edition

Folklor dari Nusa Tenggara Barat


Di Kerajaan Sanggar, ada seorang putri yang terkenal bukan hanya karena kecantikannya, tetapi juga karena hati yang dermawan. Putri Dae La Minga sangat dicintai oleh orang tua, raja dan ratu, serta disayangi oleh rakyatnya. Kebaikan hatinya tidak mengenal batas, karena ia sering berjalan di antara rakyatnya, menawarkan bantuan di mana pun ia bisa. Kecantikan dan sifat lembutnya menjadi perbincangan di negeri-negeri tetangga, menarik banyak peminat yang datang untuk memenangkan hatinya.

Hari demi hari, semakin banyak pangeran yang datang dari kerajaan jauh, masing-masing membawa hadiah dan berbicara fasih tentang keinginan mereka untuk menikahinya. Setiap pangeran percaya bahwa dirinya adalah orang yang akan merebut hati Dae La Minga, karena ia memperlakukan mereka semua dengan kehangatan dan kebaikan, seperti yang dilakukannya kepada semua orang.








Suatu malam, saat sekelompok pangeran sedang makan malam bersama, percakapan mereka berubah menjadi panas.

"Putri Dae La Minga tersenyum padaku lebih lama daripada yang lain. Pastilah dia mencintaiku," kata seorang pangeran dengan percaya diri.

"Omong kosong!" sahut pangeran lain. "Dia berbicara padaku secara pribadi dan memuji keberanianku. Dia hanya memiliki mata untukku!"

Suara semakin keras, dan segera tuduhan serta komentar cemburu memenuhi udara. Para pangeran, masing-masing yakin akan klaim mereka, mulai berdebat dengan sengit, dan apa yang dimulai sebagai perselisihan kecil berubah menjadi perkelahian. Mereka memanggil tentara mereka, dan dalam beberapa hari, kerajaan Sanggar berada di ambang perang saat tentara para pangeran bersiap untuk berperang.

Sangat khawatir dengan perselisihan yang ditimbulkan oleh popularitas putrinya, raja mengadakan dewan dengan para penasihatnya. Setelah banyak perdebatan, mereka sampai pada kesimpulan yang menyakitkan tetapi perlu: demi perdamaian kerajaan, Dae La Minga harus pergi dari Sanggar.

Dengan hati yang berat, raja mengunjungi kamar putrinya. "Anakku yang terkasih, hatiku hancur untuk memberimu kabar ini," katanya, suaranya bergetar karena emosi. "Kerajaan terancam oleh persaingan para pangeran, dan perang akan segera melanda kita jika ini terus berlanjut. Satu-satunya solusi… adalah kamu harus meninggalkan Sanggar."

Mata Dae La Minga dipenuhi kesedihan, tetapi ia mengangguk dengan pengertian. Ia mencintai kerajaannya dan rakyatnya terlalu dalam untuk membiarkan mereka menderita karena dirinya. "Ke mana aku harus pergi, Ayah?" tanyanya dengan tenang.

Raja menunjukkan ke arah Gunung Tambora yang jauh, sebuah puncak menjulang tinggi di mana tidak ada pangeran bisa mengikuti. "Para penasihat percaya bahwa hanya dengan pergi ke tempat yang sejauh Gunung Tambora, kita dapat mengembalikan kedamaian ke kerajaan."

Kabar itu menyebar dengan cepat, dan rakyat Sanggar sangat terpukul. Kerumunan berkumpul saat Dae La Minga bersiap untuk pergi, air mata mengisi mata semua orang yang datang untuk mengucapkan selamat tinggal. Dae La Minga menghadapi mereka dengan senyuman, meskipun hatinya terasa berat. "Jangan menangisi kepergianku, teman-teman. Ingatlah, aku melakukan ini untuk kalian, untuk rumah kita."

Dengan sekelompok tentara setia, Dae La Minga memulai perjalanan panjang ke Gunung Tambora. Jalannya berbahaya, tetapi ia tetap teguh, hatinya dipenuhi harapan bahwa pengorbanannya akan membawa kedamaian bagi kerajaannya.

Hingga hari ini, rakyat Sanggar berbicara tentang putri tercinta yang mengorbankan segalanya demi kebahagiaan mereka. Beberapa orang mengatakan bahwa pada malam berkabut tertentu, sosok cantik dapat terlihat di lereng Gunung Tambora, bentuknya bersinar di bawah sinar bulan. Hanya orang-orang beruntung yang dapat melihatnya, kehadiran yang bercahaya yang mengawasi rakyatnya bahkan dari kejauhan. Mereka percaya bahwa itu adalah Dae La Minga, yang rohnya tetap terikat pada Sanggar, selamanya setia pada kerajaan yang pernah ia sebut rumah.




Pesan Moral

Kebaikan dan pengorbanan adalah tanda cinta sejati. Kadang, untuk melindungi orang yang kita cintai, kita harus membuat keputusan yang sulit, meskipun itu menyakitkan. Putri Dae La Minga menunjukkan bahwa kepentingan bersama harus diutamakan di atas kepentingan pribadi.



No comments:

Post a Comment

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection