Search This Blog

Putri Kandita

Dari Putri yang Terbuang Menjadi Ratu Laut: Kisah Putri Kandita dan Nyi Roro Kidul


Dahulu kala, di tanah subur dan makmur Bogor, Jawa Barat, terdapat sebuah kerajaan besar bernama Pakuan Pajajaran. Kerajaan itu diperintah oleh seorang raja yang bijaksana dan berwibawa, Prabu Siliwangi. Ia memiliki seorang permaisuri yang dicintainya serta beberapa selir yang masing-masing memberinya keturunan. Di antara mereka, yang paling dikasihi adalah Putri Kandita, putri dari sang permaisuri.

Putri Kandita memiliki kecantikan yang luar biasa, mencerminkan keanggunan dan kelembutan ibunya. Namun, kecantikannya tidak hanya terpancar dari rupa—ia juga dikenal karena kebaikan hatinya, kebijaksanaannya, dan sifatnya yang lembut. Ia memperlakukan semua orang dengan hormat, baik para bangsawan di istana maupun rakyat jelata di kerajaan. Sikapnya yang hangat dan murah hati membuatnya sangat dicintai oleh rakyat.













Prabu Siliwangi sangat menyayangi Putri Kandita lebih dari anak-anaknya yang lain. Ia melihat potensi besar dalam diri putrinya dan yakin bahwa suatu hari nanti, Kandita akan menjadi ratu yang hebat. Untuk mempersiapkannya menghadapi masa depan itu, sang raja memberikan perhatian khusus kepadanya, mengajarkan kepemimpinan dan tata pemerintahan.

Namun, kasih sayang dan perhatian khusus sang raja tidak luput dari perhatian orang-orang di istana. Para selir dan anak-anak mereka yang diliputi rasa iri mulai merasa tidak senang. Mereka melihat Putri Kandita sebagai penghalang bagi ambisi mereka sendiri. Perlahan-lahan, kecemburuan mereka berubah menjadi kebencian, dan mereka mulai menyusun rencana jahat. Tujuan mereka kejam dan tidak berperasaan—mereka ingin Putri Kandita diusir dari istana untuk selamanya!

Salah satu selir, yang hatinya telah dikuasai oleh rasa iri, mencari bantuan seorang penyihir jahat. Dengan penuh kebencian, ia memohon kepada penyihir itu untuk membuat racun mematikan, menawarkan sejumlah besar emas sebagai imbalan. Penyihir yang dikenal karena ilmu hitamnya pun setuju dan memberikan ramuan beracun yang sangat kuat.

Dengan niat jahat, selir itu mencampurkan racun ke dalam makanan yang akan disajikan kepada sang putri, berharap keindahan dan keberuntungannya akan hancur selamanya. Namun, takdir berkata lain—tanpa disadari, sang permaisuri juga ikut menikmati hidangan tersebut bersama putrinya. Dengan begitu, baik sang ratu maupun Putri Kandita telah menelan racun yang akan mengubah hidup mereka selamanya…

Tak lama setelah mengonsumsi makanan beracun itu, sang ratu dan Putri Kandita mulai merasakan gejala penyakit yang aneh. Bercak-bercak merah muncul di seluruh tubuh mereka, dan tak lama kemudian, bau busuk menyebar di sepanjang istana. Sang putri yang dahulu bersinar dan permaisuri yang begitu anggun kini tampak lemah dan tidak berdaya.

Terkejut dan khawatir, Prabu Siliwangi segera memanggil tabib-tabib terbaik di kerajaannya untuk mencari obat penyembuh. Namun, meskipun telah berusaha sekuat tenaga, tak satu pun dari mereka yang berhasil menemukan penawar penyakit misterius itu. Hari-hari berlalu, dan kondisi sang permaisuri semakin memburuk.

Tubuhnya yang dahulu kuat kini menjadi sangat lemah. Cahaya di matanya meredup, dan suaranya semakin lirih. Kesedihan melanda istana, sementara rakyat terus berdoa agar ratu mereka segera sembuh. Namun, takdir berkata lain—pada suatu malam yang kelam, sang permaisuri menghembuskan napas terakhirnya.

Kepergian sang permaisuri membawa duka yang mendalam ke seluruh kerajaan. Prabu Siliwangi berduka dengan hati yang hancur akibat kehilangan istri tercintanya. Putri Kandita, yang begitu terpukul, menangis tersedu-sedu, tidak dapat menerima kenyataan bahwa ibunya telah tiada. Rakyat Pakuan Pajajaran yang mencintai permaisuri mereka turut berduka, hati mereka dipenuhi kesedihan.

Namun, di tengah suasana berkabung itu, para selir melihat kesempatan untuk menjalankan rencana jahat mereka. Tanpa membuang waktu, mereka mulai membisikkan fitnah ke telinga sang raja, memutarbalikkan keadaan demi keuntungan mereka sendiri.

Salah satu dari mereka maju ke depan dengan wajah penuh kepura-puraan dan berkata dengan nada prihatin, “Paduka, hamba khawatir akan keselamatan rakyat. Bagaimana jika penyakit ini menular? Jika wabah ini menyebar ke seluruh kerajaan, banyak yang akan menderita… bahkan mungkin kehilangan nyawa! Kita harus bertindak sebelum semuanya terlambat.”

Prabu Siliwangi mengerutkan kening, hatinya dipenuhi kegelisahan. “Apa maksudmu?” tanyanya dengan suara berat.

Seorang selir lainnya berbisik pelan, seolah-olah mengungkapkan rahasia besar. “Ampun, Paduka, tetapi demi keselamatan kerajaan, hamba pikir kita tidak bisa membiarkan sang putri tetap berada di istana. Jika kita ingin melindungi rakyat, maka kita harus meminta Putri Kandita untuk pergi.”

Para selir terus menyusun siasat, kata-kata mereka terus-menerus menusuk hati sang raja. Bisikan mereka semakin menguasai pikirannya, menanamkan rasa ragu dan ketakutan.

Akhirnya, dengan hati yang lelah dan remuk, Prabu Siliwangi menyerah pada tekanan mereka. Dengan berat hati, ia memanggil putrinya.

Saat Putri Kandita berdiri di hadapannya, wajahnya yang masih ditandai oleh penyakit tampak penuh kesedihan. Hati sang raja terasa nyeri melihatnya. Namun, dengan napas panjang dan suara yang lirih, ia mengucapkan kata-kata yang akan mengubah nasib sang putri selamanya.

"Anakku… kau harus meninggalkan istana."

Mata Putri Kandita berkaca-kaca, hatinya remuk mendengar keputusan ayahnya. Namun, ia tidak membantah. Ia adalah putri yang patuh, dan lebih dari segalanya, ia mencintai rakyatnya. Jika kepergiannya dapat melindungi mereka, maka ia rela pergi.

Dengan tatapan terakhir pada rumahnya yang selama ini melindunginya, Putri Kandita berbalik, melangkah menuju ketidakpastian—sendirian, terusir, dan membawa luka pengkhianatan di hatinya.

Dengan hati yang berat, Putri Kandita meninggalkan istana, melangkah tanpa tujuan menuju ketidakpastian. Selama berhari-hari, ia mengembara, tubuhnya semakin lemah karena penyakit dan kelelahan. Namun, meskipun hatinya dipenuhi duka, ia terus melangkah, bertekad menemukan tujuan baru di luar tembok kerajaan ayahnya.

Akhirnya, ia tiba di pesisir selatan, tempat lautan luas terbentang tanpa batas di hadapannya. Ombak bergulung-gulung, menghantam pantai dengan suara yang seolah berbisik dalam hembusan angin. Inilah Laut Selatan, tempat yang penuh misteri dan kekuatan.

Diliputi kelelahan, Putri Kandita jatuh terkulai di atas pasir yang hangat dan lembut. Angin laut yang asin membelai wajahnya saat ia perlahan terlelap dalam tidur yang dalam.

Tiba-tiba, sebuah suara menggema dalam mimpinya. "Penyakitmu dapat disembuhkan. Serahkan dirimu kepada laut—biarkan airnya memelukmu, maka kau akan pulih."

Terkejut, sang putri membuka matanya dan melihat sekeliling. Namun, tak ada siapa pun di sana. Hanya ombak yang terus bergerak, naik dan turun dalam tarian yang menenangkan.

Ia ragu sejenak. Apakah suara itu nyata? Ataukah hanya ilusi dari pikirannya yang letih? Namun, ketika ia duduk di tepi pantai, menatap luasnya lautan, kesadaran mulai tumbuh dalam dirinya. Ia telah mencoba segala pengobatan, segala ramuan—tidak ada yang berhasil. Mungkin ini satu-satunya harapan yang tersisa.

Dengan tekad baru, Putri Kandita melangkah maju. Ia menarik napas dalam-dalam—dan melompat ke dalam laut!

Saat tubuhnya menyentuh air, keajaiban pun terjadi. Bintik-bintik merah yang mengutuk kulitnya perlahan menghilang, larut dalam ombak. Bau busuk yang menyertainya lenyap, digantikan oleh kesegaran aroma laut. Energi mengalir dalam nadinya, dan ketika ia muncul kembali ke permukaan, ia telah sembuh sepenuhnya.

Ia terengah, menyentuh kulitnya yang kini mulus tanpa cela. Itu benar—laut telah menyelamatkannya!

Kebahagiaan memenuhi hatinya, tetapi saat ia menoleh ke daratan, ia tak merasakan keinginan untuk kembali ke istana. Ia telah dikhianati, diusir oleh mereka yang seharusnya melindunginya. Mengapa kembali ke tempat yang tak lagi menerimanya?

Sebaliknya, ia menatap luasnya lautan, ombaknya seakan memanggilnya seperti sahabat lama. Di sinilah tempatnya sekarang. Putri Kandita memilih untuk tetap tinggal di laut, mengklaimnya sebagai kerajaan barunya.

Kabar tentang perubahan ajaibnya segera menyebar ke seluruh negeri. Orang-orang mulai berbisik tentang sang putri yang kini menguasai Laut Selatan, lebih kuat dari sebelumnya. Para pangeran dari kerajaan-kerajaan jauh, terpesona oleh kecantikan dan kekuatannya, berlayar melintasi samudra dengan harapan dapat memenangkan hatinya.

Namun, Putri Kandita bukanlah wanita biasa. Ia menetapkan syarat yang tak mudah bagi siapa pun yang ingin menikahinya.

"Jika kau dapat mengalahkanku dalam pertarungan, maka kau berhak atas tanganku. Tetapi jika kau gagal, kau harus bersumpah setia kepadaku dan mengabdi di kerajaanku di bawah ombak."

Satu per satu, para pangeran datang menantangnya. Satu per satu, mereka tumbang.

Tak ada yang mampu menandingi kehebatannya—kekuatan, ketangkasan, dan keanggunannya dalam bertarung. Dan begitu, pasukannya pun bertambah, dipenuhi oleh para prajurit yang dulu datang untuk merebutnya, tetapi kini tunduk pada kekuasaannya.

Hingga kini, orang-orang percaya bahwa Putri Kandita masih bersemayam di bawah samudra, memerintah Laut Selatan dengan kebijaksanaan dan kekuatan. Namanya kini disebut dengan penuh rasa hormat sekaligus ketakutan—

"Nyi Roro Kidul, Ratu Laut Selatan."










Pesan Moral

Kisah Putri Kandita, yang kemudian dikenal sebagai Nyi Roro Kidul, mengandung beberapa pesan moral penting:

  1. Ketahanan dalam Menghadapi Cobaan – Meskipun dikhianati, jatuh sakit, dan diasingkan, Putri Kandita tidak menyerah. Ia menerima takdirnya dan mengubah penderitaannya menjadi kekuatan. Kisahnya mengajarkan kita untuk bertahan dalam menghadapi tantangan dan menemukan kekuatan dari dalam diri.

  2. Kebaikan dan Kebangsawanan Sejati – Kandita bukan hanya cantik, tetapi juga baik hati, bijaksana, dan dicintai rakyatnya. Kebangsawanan sejati tidak berasal dari status atau keturunan, melainkan dari karakter seseorang dan bagaimana mereka memperlakukan orang lain.

  3. Iri Hati dan Akibatnya – Kecemburuan para selir membawa mereka pada tipu daya dan niat jahat. Hal ini menunjukkan bahwa iri hati dan keserakahan dapat menghancurkan hubungan serta membawa kehancuran bagi diri sendiri dan orang lain.

  4. Takdir dan Transformasi – Perjalanan hidup Kandita melambangkan perubahan besar. Apa yang awalnya tampak sebagai kutukan, justru membawanya menuju takdir yang lebih besar. Terkadang, kesulitan justru membimbing kita menuju tujuan hidup yang sebenarnya.

  5. Kekuatan Alam dan Keterhubungan Spiritual – Laut yang menyembuhkan Kandita menekankan kekuatan mistis dan penyembuhan dari alam. Ini juga mencerminkan hubungan spiritual yang mendalam dalam budaya Indonesia terhadap unsur-unsur alam.







Ombak lautan

No comments:

Post a Comment

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection