Search This Blog

Burung puyuh dan burung manyar - Sarangku Lebih Baik Daripada Milikmu

Kisah Dua Sarang: Belajar Menghargai Perbedaan

My Nest Is Better Than Yours >> English version

Cerita Rakyat dari Riau




Seekor burung puyuh dan seekor burung manyar adalah sahabat sejati. Meskipun mereka sangat berbeda—yang satu senang mengais di tanah dan yang satu lagi menari di langit dengan sayapnya—mereka selalu saling menjaga.

Setiap pagi, mereka akan bertemu di tepi padang rumput dan menghabiskan hari mencari makan bersama, berkicau riang dan saling berbagi apa pun yang mereka temukan. Saat matahari mulai terbenam, mereka akan berpisah dan pulang ke sarang masing-masing—masing-masing tersembunyi di sudut hutan yang nyaman.

Suatu sore, awan gelap bergulung di langit dan hujan pun turun deras. Burung puyuh dan burung manyar segera berlindung di bawah pohon besar dengan ranting dan daun yang lebat. Sambil mendengarkan suara tetesan hujan di atas kepala mereka, mereka mulai berbincang tentang tempat tinggal mereka.

“Sarangku luar biasa,” kata burung manyar dengan bangga. “Sangat bersih dan kuat. Aku merangkainya dengan hati-hati, menenun daun-daun tua dan ranting kecil. Sarangku menggantung di cabang yang tinggi, aman dari hujan dan hewan-hewan penasaran. Aku merasa sangat nyaman tinggal di sana!”

Burung puyuh menggembungkan bulunya dan menjawab, “Sarangku juga hebat. Kuat, dan aku bahkan tak perlu repot membuatnya. Aku hanya perlu mencari lubang di pohon tumbang yang besar, dan itu menjadi rumahku. Sederhana dan aman!”

Burung manyar memiringkan kepalanya dan berkata, “Tapi tetap saja, menurutku sarangku lebih baik. Aku bekerja keras membangunnya, dan sarangnya rapi dan indah.”

Burung puyuh agak mengerutkan keningnya. “Aku tidak setuju. Sarangku lebih baik—ada di tanah, tersembunyi dengan baik, dan aku bisa pindah kapan saja jika perlu.”

Percakapan yang tadinya ramah pun berubah menjadi perdebatan kecil. Masing-masing bersikeras bahwa sarangnya yang paling baik. Apa yang dimulai sebagai obrolan ringan berubah menjadi hampir pertengkaran, bulu mereka mulai mengembang karena rasa bangga.






Untuk menyelesaikan masalah ini sekali dan untuk selamanya, mereka membuat sebuah rencana.

“Ayo kita tinggal di sarangku malam ini,” usul burung tenun. “Dan besok, kita coba sarangmu.”

“Baiklah,” kata burung puyuh sambil mengangguk. “Mari kita lihat sarang siapa yang benar-benar terbaik.”

Maka, kedua teman itu berjabat sayap atas kesepakatan tersebut, masing-masing diam-diam berharap bahwa temannya yang akan terbukti salah—namun tanpa mengetahui bahwa hutan masih memiliki lebih banyak pelajaran untuk mereka. 🌿🐦

Hari sudah sore ketika kedua teman itu menuju sarang burung tenun.

Tengger di cabang pohon yang bergoyang, sarang itu tersembunyi dengan aman di antara dedaunan. Burung tenun terbang dengan mudah, sayapnya mengepak lembut saat dia mencapai rumah nyaman miliknya dalam waktu singkat.

Namun, burung puyuh berdiri di pangkal pohon, memandang ke atas dengan mata terbelalak. Dia bukan penerbang yang kuat seperti temannya. “Hmm... ini lebih tinggi dari yang kukira,” gumamnya. Dengan lompatan kecil dan cakar yang penuh tekad, dia mulai memanjat kulit pohon yang kasar, menggunakan akar dan cabang seperti tangga. Memang butuh waktu, tetapi akhirnya, dengan napas terengah-engah dan lelah, dia sampai di sarang.

“Wah! Aku berhasil,” katanya sambil menggoyangkan bulunya.

Kedua teman itu pun beristirahat bersama, berpelukan di sarang yang lembut saat langit mulai gelap. Begitu mata mereka hampir terpejam, tetesan hujan yang lebat mulai turun. Tak lama kemudian, badai besar datang. Angin menderu melalui pepohonan, dan cabang-cabang pohon bergoyang dengan liar.

Mata burung puyuh terbuka lebar. “A-apa yang terjadi?! Cabangnya bergerak terlalu banyak! Aku akan jatuh!” pekiknya sambil memegang tepi sarang.

“Tenang saja,” gumam burung tenun dengan malas. “Cabang ini sudah menopang sarangku melalui banyak badai. Kita aman di sini.”

Namun burung puyuh tak bisa tenang. Setiap hembusan angin membuatnya semakin kuat memegang sarang. Bulu-bulunya mengembang karena ketakutan, dan tubuhnya tak bisa berhenti gemetar.

Sepanjang malam, dia terjaga, jantungnya berdebar setiap kali cabang bergoyang, berharap dia tetap di tanah. 🌧️🌬️🐦

Keesokan paginya, saat matahari mengintip di balik awan, kedua sahabat itu pergi mencari makan seperti biasanya. Setelah seharian mematuk dan mencari makanan, mereka menuju sarang burung puyuh untuk bermalam.

Saat tiba di sana, burung tenun memandang sekeliling dengan heran.

“Kamu tinggal di sini? Di bawah pohon besar yang tumbang ini?” tanyanya sambil memiringkan kepala.

“Iya!” jawab burung puyuh dengan bangga. “Memang tidak terlihat mewah, tapi tempat ini aman dan nyaman. Karena pohonnya sudah roboh, tidak ada angin yang mengguncangnya. Kamu akan lihat sendiri—ini sangat hangat.”

Burung tenun mengepak turun dan bersandar di samping sahabatnya di atas hamparan daun kering yang lembut. Awalnya, semuanya terasa damai. Tapi saat malam tiba, awan gelap kembali menggulung, dan tak lama kemudian hujan deras mulai turun.

Burung tenun mengembangkan bulu-bulunya, berusaha tetap kering. Tapi perlahan, air merembes ke dalam sarang sampai akhirnya keduanya mulai kebasahan.

“Brrr… aku kedinginan sekali,” cicit burung tenun, menggigil.

“Jangan khawatir,” kata burung puyuh dengan lembut. “Hujannya akan berhenti. Kamu akan kering sebentar lagi. Ini biasa buatku—aku sudah terbiasa.”

Burung tenun mencoba tidur, tapi dia terus gelisah, berguling ke sana kemari, tak bisa terlelap. Tanah yang lembap dan tetesan air dari daun membuatnya tak nyaman sepanjang malam.

Sementara itu, burung puyuh sudah tertidur lelap, meringkuk dengan damai.

Keesokan paginya, burung tenun tampak lelah dan sedikit kesal.

“Sarangmu memang stabil,” katanya, “tapi tidak terlalu kering.”

Burung puyuh meregangkan sayapnya dan menguap. “Benar. Tapi aku tidur nyenyak seperti batu!”

Kedua sahabat itu saling memandang… lalu tertawa bersama.

“Kita memang berbeda,” kata burung tenun.

“Ya,” setuju burung puyuh. “Dan itu tak apa-apa. Sarangku cocok untukku, dan sarangmu cocok untukmu.”

Sejak hari itu, mereka tak pernah bertengkar lagi soal sarang siapa yang lebih baik. Sebaliknya, mereka terus saling membantu, berbagi cerita, makanan, dan tawa—karena mereka sadar, persahabatanlah sarang terbaik dari semuanya. πŸ’›πŸ‘πŸ¦πŸ€πŸŒ¦️





🌟 Pesan Moral Cerita:

Setiap makhluk punya cara hidupnya sendiri. Hanya karena sesuatu cocok bagi satu orang, bukan berarti itu cocok bagi yang lain. Daripada saling berdebat siapa yang hidupnya lebih baik, akan lebih bijak dan lembut jika kita saling menghargai perbedaan. Persahabatan sejati tumbuh saat kita belajar memahami dan menerima satu sama lain. πŸ•Š️🐦🌧️









Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection