Search This Blog

Mandangin

Mandangin >> English Edition

Cerita Rakyat dari Kalimantan Tengah

DAHULU kala, ada seorang suami dan istri. Nama suaminya adalah Sangkajang dan nama istri adalah Nyai Rangkas. Itu tidak mudah bagi mereka untuk menikah. Nyai Rangkas bukan seorang manusia. Dia adalah seorang dewi. Dia sangant mencintai Sangkajang. Dia rela meninggalkan surga dan hidup di bumi dengan suaminya. Pasangan ini telah menikah dalam waktu yang lama dan mereka belum mempunyai anak. Nyai Rangkas benar-benar ingin punya anak kandung. Dan dalam satu malam ia bermimpi. Dia merenungkan sebuah batu besar di dekat sungai. Setelah ia selesai bermeditasi, ia akan mengandung.

Nyai Rangkas yakin bahwa mimpi itu merupakan bimbingan baginya untuk memiliki anak kandung. Dia mengatakan kepada suaminya tentang mimpinya dan meminta izin untuk bermeditasi. Suaminya tidak setuju. Disana bukan tempat yang aman, ada banyak binatang liar. Namun Nyai Rangkas sudah membulatkan tekad. Jadi, ketika suaminya sedang tidur, dia diam-diam meninggalkannya.

Dia pergi ke sungai untuk menemukan batu besar. Dia menemukannya! Dia segera duduk di atasnya dan mulai meditasi nya. Sementara itu, Sangkajang bangun di pagi hari dan tidak menemukan istrinya di sampingnya. Dia mencarinya, tapi dia tidak bisa menemukannya. Lalu ia ingat tentang mimpi istrinya. Ia yakin bahwa istrinya sedang bermeditasi di sebuah batu besar dekat sungai.

Ia pergi ke sungai. Tiba-tiba ada beberapa ekor serigala liar dihadapannya. Serigala menyeringai, menunjukkan gigi tajam mereka hanya satu menit serigala menyerang Sangkajang. Dia berlari tapi sayangnya serigala dapat berlari lebih cepat. Serigala-serigala itu melompat dan menyerangnya. Sangkajang tewas seketika.

Sementara itu, Nyai Rangkas sedang bermeditasi. Lalu dia mendengar suara yang mengatakan bahwa ia akan segera mengandung. Dia diminta untuk mengurus bayinya dengan baik, karena ia akan menjadi orang besar suatu hari nanti.

Itu merupakan suara dewa angin. Nyai Rangkas sangat senang. Dia telah selesai bermeditasi dan segera pulang. Namun dia tidak bisa menemukan suaminya. Dia mencarinya ke mana-mana. Dia terus memanggil nama suaminya. Lalu ia menemukan darah di tanah. Dia mengikuti jejak darah dan ia terkejut! Dia menemukan suaminya tergeletak di tanah. Ia sudah mati.

Nyai Rangkas menangis. Dia merasa sangat menyesal. Tapi sudah terlambat. Setelah dia menguburkan tubuh suaminya, dia terus berjalan. Nyai Rangkas benar-benar kehilangan arah. Dia tidak tahu ke mana harus pergi. Dia tersesat. Nyai Rangkas tiba di sebuah gua. Dia ingin tinggal di dalam gua. Dan ketika dia berada di dalam gua, ia bertemu seorang wanita tua. Nyai Rangkas meminta izin untuk tinggal di gua.

Wanita tua memberinya izin. Dia merasa berduka setelah dia mendengar bahwa Nyai Rangkas baru saja kehilangan suaminya. Waktu berlalu dan Nyai Rangkas masih tinggal di gua dengan wanita tua. Dan akhirnya seorang bayi laki-laki lahir. Nyai Rangkas sangat senang. Dia menamainya Mandangin.

Mandangin tumbuh sebagai anak yang baik. Dia sangat mencintai ibunya. Dia selalu membantunya. Dan ketika ia dewasa, ia mengatakan kepada ibunya bahwa ia ingin berkelana. Ibunya tahu ia tidak bisa menghentikan keinginan anaknya. Dia ingat suara dewa angin ketika ia bermeditasi bahwa anaknya akan menjadi orang besar.

Mandangin tiba di sebuah desa. Beberapa orang mencoba merampoknya. Mereka adalah pencuri! Mandangin melawan mereka dengan berani! Dan ingat, Mandangin bukanlah orang biasa. Ibunya adalah seorang dewi. Jadi dia adalah setengah manusia dan setengah dewa. Ia memiliki setengah kekuatan yang dewa miliki. Dan itu mudah baginya untuk mengalahkan para pencuri.

Orang-orang bahagia. Mereka telah hidup dalam bahaya karena mereka pencuri selalu merusak kehidupan mereka. Para penduduk desa meminta Mandangin untuk tinggal. Dan karena penduduk desa tidak memiliki pemimpin, mereka memintanya untuk menjadi pemimpin mereka. Mandangin setuju. Dan kemudian ia hanya tidak menjadi seorang kepala desa, ia menjadi seorang raja! ***

Tarian Mandau Kalimantan Tengah

No comments:

Post a Comment

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection