Search This Blog

Beru Dayang

Buah Suci: Mengungkap Asal Usul Beras



Beru Dayang | English Version

Indonesian Folklore Webpage

Cerita Rakyat dari Sumatera Utara

Terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja bijaksana. Kehidupan penduduknya diselimuti kedamaian dan kebahagiaan. Mereka biasa memakan buah sebagai makanan sehari-hari. Mengapa bukan nasi? Nah, karena di kerajaan itu, tanaman padi tidak tumbuh, sehingga mereka tidak mengenal nasi.

Namun, suatu ketika kerajaan itu mengalami musim kemarau yang panjang dan cuaca yang sangat panas. Hujan tidak turun dalam waktu yang lama. Pohon-pohon dan binatang mulai layu. Penduduk pun kehabisan persediaan makanan dan merasa sangat kelaparan.

Beru Dayang dan ibunya juga mengalami kekurangan makanan. Beru Dayang masih sangat kecil. Karena telah berhari-hari tanpa makanan, kelemahannya semakin terasa. Dia terus menangis, memohon sesuatu untuk dimakan.

Ibunya merasa tak berdaya. Tidak ada yang bisa dia lakukan. Dia tak sanggup memberi makanan pada anak kesayangannya.

Kondisi Beru Dayang semakin memburuk. Tangisannya melemah hingga akhirnya tidak lagi terdengar. Beru Dayang tidak mampu lagi bersuara. Dia perlahan-lahan menghembuskan nafas terakhirnya. Beru Dayang meninggal dunia.

Ibunya merintih! Rasa sedih yang mendalam menyelimuti kehilangan anak tunggalnya. Setelah mengubur anaknya, dia pergi ke sungai.

"Wahai para Dewa dan Dewi, aku tak tahan lagi dengan rasa sakit ini. Kehilangan anakku telah membuat hatiku hancur. Tidak ada gunanya bagiku untuk terus hidup," serunya.

Dia melompat ke sungai. Ajaibnya, saat tubuhnya menyentuh air, dia berubah menjadi ikan! Sementara itu, sebuah pohon tumbuh di makam Beru Dayang. Pohon itu berbuah besar. Orang tidak mengenal jenis buah itu. Mereka tidak mempedulikan jenis buah tersebut, yang penting mereka ingin memetik dan memakannya.

"Ayo, mari kita makan buah ini!" seru seseorang.

"Tidak, kita tidak kenal buah ini. Kita harus hati-hati. Mengapa kita tidak memberi tahu Raja tentang buah ini?" usul orang lain.

Mereka segera pergi ke istana dan membawa buah itu ke Raja.

"Yang Mulia, apa yang sebaiknya kami lakukan dengan buah ini? Bolehkah kami memakannya?" tanya seorang.

Raja menjawab, "Biarkan aku berdoa terlebih dahulu, aku ingin meminta petunjuk Dewa dan Dewi."

Raja memohon dalam doanya, meminta petunjuk dari Dewa dan Dewi.

Tak lama kemudian, sang Raja mendengar sebuah suara.

Dikatakan, "Jangan memakan buah ini! Buah itu adalah inkarnasi seorang anak muda bernama Beru Dayang. Yang harus kalian lakukan adalah membagi-bagi buah itu menjadi beberapa bagian dan menanamnya di tanah. Setelah itu, kalian akan melihat pohon-pohon kecil tumbuh, yang akan memberikan makanan baru bagi kalian. Kalian juga harus membantu Beru Dayang mencari ibunya!"

Raja pun menuruti dan melakukan seperti yang diperintahkan oleh suara tersebut. Dia memotong buah itu menjadi beberapa bagian dan menanamnya.

Perlahan, orang-orang melihat tumbuhnya pohon-pohon baru. Mereka tidak pernah melihat jenis pohon seperti itu sebelumnya. Kemudian, pohon-pohon itu berbuah "buah" kecil. Mereka berwarna putih dan sangat keras. Mereka memutuskan untuk memasak "buah" itu. Setelah dimasak, mereka mencicipinya. Rasanya enak! Apa "buah" itu? Nah, itu adalah nasi!

Orang-orang merasa sangat bahagia. Mereka memiliki makanan baru. Mereka segera memakannya. Mereka menyukainya! Makanannya sangat lezat. Orang-orang merasa bersyukur. Sebagai ungkapan ter

ima kasih kepada para Dewa dan Dewi, mereka ingin menyatukan kembali Beru Dayang dan ibunya. Bagaimana caranya? Nah, mereka makan nasi dan ikan bersama-sama. ***



Pesan Moral: Merangkul Kebijaksanaan dan Kebaikan

Pesan moral dari cerita ini adalah tentang kebijaksanaan untuk menghormati dan mendengarkan petunjuk yang lebih tinggi serta pentingnya kebaikan hati dan pertolongan kepada sesama. Meskipun muncul kesempatan untuk mengonsumsi buah yang misterius, orang-orang memilih untuk meminta saran Raja dan berdoa kepada dewa-dewi. Mereka menunjukkan rasa hormat kepada petunjuk yang diterima, sehingga menghasilkan penemuan padi yang kemudian menjadi sumber makanan yang berharga bagi mereka. Kesetiaan mereka untuk membantu Beru Dayang dan ibunya menunjukkan pentingnya kerjasama dan kebaikan hati dalam memperoleh keberkahan.









No comments:

Post a Comment

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection