Search This Blog

La Ndoke-Ndoke dan La Kolopua

La Ndoke-Ndoke dan La Kolopua: Pelajaran Berharga dari Pohon Pisang

English Version: La Ndoke-Ndoke and La Kolopua

Di sebuah hutan yang rimbun, hiduplah dua sahabat karib bernama La Ndoke-Ndoke dan La Kolopua. Mereka selalu bersama, ke mana pun pergi, selalu berdua. Jika La Kolopua melangkah ke suatu tempat, La Ndoke-Ndoke pasti mengikutinya, dan begitu pula sebaliknya.

Suatu hari, saat berjalan-jalan di kebun, mereka melihat seorang petani menebang pohon pisang yang sudah berbuah. Petani itu mengangkat tandan pisang besar dan pergi meninggalkan batangnya yang tumbang.

“La Kolopua, bagaimana kalau kita juga menanam pisang?” kata La Ndoke-Ndoke dengan semangat.

“Bagus! Kalau kita menanamnya, nanti kita bisa memanen pisang sebanyak itu juga!” sahut La Kolopua.

Mereka lalu mengambil batang pisang yang sudah ditebang tadi dan menanamnya di kebun mereka. Setiap hari, mereka menyirami tanaman itu dengan penuh harapan.

Namun, setelah beberapa hari, daun pisang mulai layu dan menguning. Lama-kelamaan, batangnya pun mati.

“Aduh, kenapa bisa begini?” keluh La Ndoke-Ndoke.

La Kolopua menggaruk kepalanya. “Mungkin kita salah menanamnya?”

Mereka lalu mengamati kebun-kebun lain dan melihat bahwa orang-orang tidak menanam batang pisang yang sudah ditebang, tetapi menggunakan tunas pisang yang masih hidup.

“Oh! Kita seharusnya menanam tunas pisang, bukan batang yang sudah mati!” seru La Ndoke-Ndoke menyadari kesalahannya.

Mereka pun pergi mencari tunas pisang dan menanamnya kembali. Kali ini, mereka merawatnya dengan lebih baik. Setiap hari mereka menyirami dan memastikan tanahnya subur.







Bulan demi bulan berlalu, pohon pisang mereka tumbuh besar dan akhirnya berbuah.

“Hore! Kita berhasil!” seru La Kolopua gembira.

Kini saatnya memanen pisang. Namun, ada satu masalah: buah pisang itu menggantung tinggi di atas pohon.

“Kamu saja yang memanjat, La Ndoke-Ndoke,” kata La Kolopua. “Aku takut ketinggian.”

La Ndoke-Ndoke mengangguk. “Serahkan padaku!”

Dengan cekatan, ia memanjat pohon dan mencapai tandan pisang yang besar. Begitu melihat pisang yang ranum, ia langsung memetik satu, mengupasnya, dan memakannya.

“La Ndoke-Ndoke! Cepat lemparkan ke bawah, aku juga mau makan!” teriak La Kolopua dari bawah.

Namun, La Ndoke-Ndoke malah asyik menikmati pisang seorang diri. Setiap kali ia menghabiskan satu buah, ia membuang kulitnya ke bawah.

“Hmm… pisang ini enak sekali,” gumamnya sambil terus melahap buah-buahan itu.

“La Ndoke-Ndoke! Aku juga mau!” seru La Kolopua semakin kesal.

Namun, La Ndoke-Ndoke malah berkata, “Ah, La Kolopua, buah pisang ini isinya jelek semua. Tidak ada yang bagus.”

Mendengar itu, La Kolopua merasa kecewa dan marah. Tapi ia tidak ingin bertengkar. Ia lalu mengumpulkan semua kulit pisang yang dilemparkan La Ndoke-Ndoke dan menumpuknya di bawah pohon.

Setelah kenyang, La Ndoke-Ndoke akhirnya turun. Tapi saat ia melompat ke tanah—

“WAAAHH!!”

Ia menginjak tumpukan kulit pisang yang licin dan brukk! jatuh terguling di tanah.

“Aduh, sakit!” rintihnya sambil memegangi tubuhnya yang memar.

La Kolopua sebenarnya kesal, tapi melihat sahabatnya kesakitan, ia pun menolongnya. “Ayo, aku akan membawamu pulang.”

Selama berhari-hari, La Ndoke-Ndoke terbaring lemas di rumah. Saat itulah ia menyadari kesalahannya.

“La Kolopua… aku menyesal. Aku telah bersikap serakah dan tidak berbagi denganmu. Maafkan aku, sahabatku,” katanya dengan tulus.

Melihat penyesalan La Ndoke-Ndoke, La Kolopua tersenyum. “Aku memaafkanmu. Sahabat harus saling berbagi, bukan?”

Ia lalu mengambil obat terbaik dan mengobati La Ndoke-Ndoke hingga sembuh. Sejak saat itu, mereka kembali rukun dan bersahabat lebih erat dari sebelumnya.

Mereka pun belajar satu hal penting: Persahabatan yang sejati adalah tentang berbagi dan saling peduli.




No comments:

Post a Comment

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection