Search This Blog

Kancil dan Harimau

Kancil dan Harimau yang Lapar: Pelarian Sang Pengakali

Mouse Deer and Tiger | English Edition

Dahulu kala, di dalam hutan Jawa yang rimbun, seekor harimau kelaparan mengendap-endap di antara semak-semak, mencari mangsa. Perutnya keroncongan—sudah berhari-hari ia tidak makan, dan kesabarannya mulai menipis. Matanya yang tajam memancarkan keputusasaan saat ia mengendus udara, berharap menangkap aroma makanan.

Saat ia mendekati sebuah danau kecil yang berkilauan, matanya menangkap seekor kancil yang sedang minum dengan tenang di tepi air. Air liur harimau hampir menetes melihatnya.

“Ah, akhirnya! Makanan untukku,” gumamnya dengan senyum licik yang perlahan menyebar di wajahnya.

Dengan tubuh merendah, harimau bergerak dengan hati-hati. Otot-ototnya menegang, setiap langkahnya penuh kehati-hatian. Ia merayap perlahan, menunduk, merangkak, dan menahan napas agar tidak mengeluarkan suara sekecil apa pun. Lalu, dengan satu lompatan cepat—

“Dapat kau!” Harimau mengaum penuh kemenangan, cakarnya mencengkeram makhluk kecil itu sementara giginya yang tajam menggigit kaki Kancil.

Kancil mengeluarkan suara mencicit kaget. Rasa takut menyelimuti dirinya, tetapi ia tahu bahwa panik tidak akan membantunya. Tubuh kecilnya gemetar, namun pikirannya bekerja cepat. Ia harus mencari cara untuk melarikan diri! Dengan panik, ia melirik ke sekeliling, mencari sesuatu yang bisa memberinya keuntungan.

Lalu—sebuah ide terlintas di benaknya!

Kancil menarik napas dalam-dalam dan berbicara dengan nada tenang namun serius, "Hei Harimau, aku tahu kau lapar dan ingin memakanku. Tapi kalau kau melakukannya, Raja akan sangat murka!"

Harimau mengernyit, telinganya berkedut karena bingung. "Kenapa Raja harus peduli? Dia tahu aku makan daging. Aku memangsa hewan seperti kau!" geramnya.

Kancil mengangguk, pura-pura setuju. "Ya, tentu saja! Tapi kau harus tahu, aku bukan hewan biasa—aku punya tugas penting. Aku adalah penjaga makanan paling berharga milik Raja: kue kerajaannya."

Harimau berkedip. "Kue kerajaan?"

Kancil menunjuk ke arah sebuah benda hitam besar di dekat danau. Benda itu sama sekali tidak terlihat lezat—warnanya gelap, permukaannya kasar, dan bentuknya aneh. Harimau mengernyitkan hidungnya, ragu.







Melihat keraguan Harimau, Kancil segera menambahkan, "Aku tahu bentuknya tidak menarik, tapi jangan tertipu! Ini bukan kue biasa. Ini adalah kue kesayangan Raja, hanya boleh dimakan oleh beliau dan keluarganya. Rasanya luar biasa lezat! Dan yang lebih hebat lagi, setelah makan satu potong saja, kau tidak akan merasa lapar selama sebulan!"

Mulut Harimau mulai berliur membayangkannya. Rasa laparnya membuatnya semakin tergoda. "Itu terdengar luar biasa! Boleh aku mencobanya?" tanyanya penuh semangat.

Kancil terperanjat, lalu menggeleng cepat dengan ekspresi ketakutan. "Oh tidak, tidak! Aku sama sekali tidak bisa membiarkan itu terjadi. Raja pasti akan menghukumku dengan sangat berat! Terakhir kali aku hanya mencicipinya sedikit saja, beliau sudah sangat murka. Jika terjadi sesuatu pada kue ini lagi, aku bukan hanya akan dimarahi—aku bisa dihukum mati!"

Perut Harimau semakin berbunyi keras. Ia menjilat bibirnya, menimbang-nimbang. "Baiklah… keputusan ada di tanganmu, Kancil. Aku bisa memakanmu, atau aku bisa memakan kue itu. Pilihlah dengan cepat!"

Kancil berpura-pura menghela napas panjang dengan enggan, lalu mengangkat bahu. "Baiklah, baiklah. Kau menang, Harimau. Kau boleh makan kuenya. Tapi setidaknya berikan aku waktu untuk lari sejauh mungkin sebelum Raja mengetahuinya! Dengan begitu, aku tidak akan mendapat masalah."

Harimau, yang sudah terlalu lapar untuk berdebat, mengangguk cepat. "Baiklah, baiklah… Sekarang pergilah!"

Kancil langsung berlari sekencang mungkin dengan kaki-kakinya yang kecil. Tapi ia tidak pergi terlalu jauh—ia bersembunyi di balik semak-semak, mengintip untuk melihat Harimau yang tak sabar melahap "kue kerajaan" itu.

Begitu Harimau menggigitnya, wajahnya langsung berubah. Rasa jijik menyebar di seluruh mulutnya. Ia segera menyemburkannya keluar.

"Ptooey! Ini bukan kue—ini… ini kotoran kerbau! Ugh!!" Harimau mengaum marah, bulunya berdiri. Ia segera mencari Kancil dengan mata menyala penuh amarah. "Kau menipuku! Dasar licik! Kalau kutemukan kau, kau habis!"

Tapi Kancil sudah jauh, jauh sekali. Ia tertawa riang sambil berseru, "Semoga beruntung lain kali, Harimau!" sebelum menghilang ke dalam hutan.

Harimau hanya bisa menggeram kesal, perutnya masih kosong. Ia bersumpah, jika bertemu Kancil lagi, ia tidak akan tertipu begitu saja.

Tapi Kancil, seperti biasa, pasti sudah menyiapkan akal lain.









Kecerdikan dan Keberanian Mengatasi Kelemahan Fisik

Cerita ini mengajarkan bahwa kecerdasan, kelicikan, dan keberanian dapat mengatasi kekuatan fisik dan kesulitan. Ini menekankan pentingnya kecerdasan dan kecerdikan dalam menghadapi tantangan, menunjukkan bahwa bahkan individu yang paling kecil dan tampaknya paling lemah pun bisa mengalahkan lawan yang lebih besar dan kuat. Selain itu, cerita ini menyoroti nilai dari pemikiran cepat dan kecerdasan dalam situasi sulit, menggambarkan bagaimana kualitas-kualitas ini dapat membawa kesuksesan dan kelangsungan hidup. Secara keseluruhan, pesan moral mendorong kita untuk mengandalkan kecerdasan dan keberanian kita untuk mengatasi rintangan, daripada hanya bergantung pada kemampuan fisik kita semata.


1 comment:

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection