Kucing, Tikus, dan Lonceng Dewa: Kisah Kecerdikan yang Mengalahkan Kesombongan di Wihara
Di sebuah wihara yang tenang, terletak di atas bukit yang dikelilingi pepohonan hijau, tinggal seorang pendeta tua yang penuh kebijaksanaan. Namun, akhir-akhir ini, hatinya dipenuhi kekesalan. Wihara yang seharusnya menjadi tempat tenang dan damai, kini diganggu oleh para tikus yang menyelinap dan mencuri makanan. Setiap malam, pendeta itu terbangun mendengar suara tikus-tikus yang melahap habis persediaan makanan.
Tak tahan dengan kelakuan para tikus, sang pendeta memutuskan untuk memelihara seekor kucing berwarna hitam legam, yang diberinya nama Raja. "Raja," katanya sambil menepuk kepala si kucing, "mulai hari ini, tugasmu menjaga wihara dan menangkap para tikus yang tak tahu malu itu."
Si kucing merasa bangga dengan tugas barunya. Ia berkeliling wihara dengan penuh percaya diri, siap menangkap setiap tikus yang berani muncul.
Di sisi lain, para tikus mulai merasa hidup mereka dalam bahaya. Setiap kali mereka mencoba mencari makanan, si kucing selalu siap menerkam. Bahkan, beberapa tikus besar yang lebih gesit sudah menjadi santapan si kucing. Mereka ketakutan, lapar, dan putus asa.
Di salah satu sudut gelap wihara, sekelompok tikus sedang berkumpul. Mereka berdiskusi dengan cemas, mencari jalan keluar dari situasi yang semakin sulit.
"Apa yang harus kita lakukan?" keluh salah satu tikus dewasa, matanya penuh kecemasan.
"Saya akan mencoba keluar mencari makanan," kata seekor tikus muda, memberanikan diri.
Namun tikus dewasa itu segera mencegahnya, "Kamu sudah bosan hidup? Tikus yang lebih besar dan gesit darimu saja sudah tertangkap!"
Tikus muda itu, yang bernama Si Cerdik, menatap tikus dewasa dengan tenang. "Berikan aku satu kesempatan. Menunggu di sini pun resikonya sama besar. Kita bisa mati kelaparan, atau aku bisa mencoba mencari solusi."
Setelah diskusi panjang, tikus-tikus itu akhirnya membiarkan Si Cerdik mencoba. Dengan hati-hati, ia menyelinap keluar dari tempat persembunyian dan membawa beberapa lonceng kecil yang ditemukannya di gudang wihara.
Ketika ia mendekati si kucing yang sedang duduk santai di halaman, kucing itu langsung menyeringai. "Kamu tikus yang malang," kata si kucing sambil melangkah mendekat, "mengantarkan dirimu sendiri kepadaku."
Namun Si Cerdik, tanpa gentar, membungkuk hormat. "Benar, Yang Mulia. Tapi sebelum Anda memangsaku, tidakkah Yang Mulia berpikir bahwa Anda sedang diperbudak oleh si Pendeta?"
Kucing itu terkejut. "Apa maksudmu?" tanyanya, penasaran.
"Sejak Anda ada di sini, lihatlah bagaimana si Pendeta jadi lebih malas. Dulu, ia selalu berjaga, tapi sekarang, tugas itu sepenuhnya ada di tangan Yang Mulia. Siang dan malam, Yang Mulia harus mengejar kami, sementara Pendeta hanya duduk santai."
Kucing itu mengerutkan alisnya. "Benar juga, katamu."
Melihat si kucing mulai berpikir, Si Cerdik melanjutkan, "Saya ke sini hanya untuk memberikan hadiah dari Sang Dewa kepada Pendeta, namun saya pikir ia tidak layak menerimanya. Sebagai gantinya, saya ingin memberikan lonceng Dewa ini kepada Yang Mulia."
Si kucing yang kini merasa dipuja, berkata dengan angkuh, "Baiklah, karena engkau begitu menghargai aku, aku akan membiarkanmu hidup kali ini. Pergilah!"
Tikus muda itu tersenyum dalam hati dan memberikan lonceng kecil kepada si kucing. Kucing itu pun dengan bangga memakainya di lehernya, berpikir lonceng itu adalah simbol kekuasaannya. Namun, lonceng itu malah menjadi alat bagi para tikus untuk mendeteksi keberadaannya setiap kali ia bergerak.
Sejak saat itu, para tikus dengan mudah bisa menghindari kucing, karena mereka selalu mendengar suara lonceng yang berbunyi di mana pun si kucing berada.
Pesan Moral:
Kekuatan dan kekuasaan bisa dengan mudah dikalahkan oleh kecerdikan. Bahkan ketika seseorang memiliki kekuasaan besar, kebodohan atau kesombongan akan membuatnya rentan terhadap tipu muslihat yang cerdas.
Kucing dan Tikus |
No comments:
Post a Comment