Calon Arang >> English Version
Folklor dari Jawa dan Bali
Di desa Girah, Kerajaan Kediri
Dahulu kala, di desa Girah yang berada di Kerajaan Kediri, hiduplah seorang janda kejam dan terkenal sebagai penyihir hitam, bernama Calon Arang. Meski begitu, Calon Arang memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Ratna Manggali. Sayangnya, karena ketakutan penduduk terhadap Calon Arang, tidak ada seorang pun yang berani melamar putrinya.
Di kediaman Calon Arang
Suatu malam, Calon Arang yang sedang termenung di halaman rumahnya berbicara dengan kemarahan yang memuncak.
"Bagaimana bisa anakku yang cantik tidak mendapat lamaran?!" teriaknya sambil mengepalkan tinjunya. “Ini semua karena kalian, penduduk desa yang pengecut!”
Ratna Manggali, yang berdiri di dekat ibunya, hanya bisa menunduk, merasa sedih karena keadaan yang menimpanya.
"Ibu, tenangkanlah dirimu. Ini bukan salah mereka. Mungkin memang belum waktunya bagi aku untuk menikah," ucapnya dengan lembut, berharap bisa menenangkan amarah ibunya.
Namun, Calon Arang tidak peduli.
"Tidak! Aku tidak akan membiarkan kalian hidup damai! Kalian semua harus menanggung akibatnya!"
Dengan hati penuh dendam, Calon Arang memutuskan untuk mengutuk desa Girah. Dia pergi ke kuburan malam itu juga, membawa sesajen untuk Dewi Durga.
Di Kuburan Girah
Tengah malam, Calon Arang memulai ritualnya. Asap dupa mengepul tinggi ke langit, dan mantra-mantra mistis keluar dari mulutnya. Dengan penuh tekad, ia menyerukan nama Dewi Durga.
"Dewi Durga, aku memohon padamu, turunlah dan kabulkan permintaanku! Berikan kutukan kepada desa ini yang telah menghina aku dan anakku!"
Tidak lama kemudian, langit berubah gelap, dan badai besar melanda. Dewi Durga mengabulkan permohonan Calon Arang, dan kutukan itu mulai terjadi. Banjir besar melanda desa Girah, menghancurkan rumah-rumah dan merenggut banyak nyawa. Mereka yang selamat dari banjir, perlahan-lahan terkena penyakit misterius yang tidak bisa disembuhkan. Wabah itu menyebar, menyebabkan kematian di mana-mana.
Di Istana Kediri
Kabar tentang malapetaka yang menimpa desa Girah akhirnya sampai ke Raja Airlangga di Istana Kerajaan. Dengan wajah serius, ia memanggil penasehat kepercayaannya, Mpu Bharadah, untuk membicarakan masalah ini.
"Mpu Bharadah, aku telah mengirim pasukan untuk menghentikan Calon Arang, namun mereka semua kalah. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Raja Airlangga, suaranya dipenuhi kekhawatiran.
Mpu Bharadah berpikir sejenak, lalu memberi saran, "Hamba punya rencana, Baginda. Hamba akan mengutus murid hamba, Mpu Bahula, untuk melamar putri Calon Arang, Ratna Manggali. Dengan cara ini, kita bisa mendekati Calon Arang tanpa pertumpahan darah."
Lamaran Bahula dan Penikahan
Rencana itu pun dilaksanakan. Mpu Bahula pergi ke desa Girah dan melamar Ratna Manggali. Dengan kebahagiaan yang luar biasa, Calon Arang menerima lamaran itu, karena akhirnya putrinya menemukan pasangan. Mereka menikah dalam pesta megah yang berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.
Setelah pernikahan, Bahula mengetahui rahasia Calon Arang dari Ratna Manggali. Dia mengetahui bahwa Calon Arang memiliki gulungan sakti yang digunakannya untuk memanggil kekuatan gelap. Bahula lalu menyusup ke kamar Calon Arang saat dia tertidur pulas dan mencuri gulungan itu.
Pertarungan Terakhir
Ketika Calon Arang menyadari gulungan sakti itu hilang, ia marah besar. Di saat bersamaan, Mpu Bharadah datang ke desa Girah untuk menantangnya.
"Calon Arang, hentikanlah semua kejahatanmu. Lihatlah penderitaan yang kau sebabkan!" teriak Mpu Bharadah dengan tegas.
Namun, Calon Arang tidak mau mendengar. "Aku tidak peduli! Siapapun yang menghalangi jalanku akan hancur!"
Pertarungan sengit pun terjadi. Namun tanpa gulungan saktinya, Calon Arang tidak bisa menandingi kekuatan Mpu Bharadah. Dia akhirnya tewas di tangan Mpu Bharadah.
Setelah Pertempuran
Ratna Manggali menangis tersedu-sedu saat melihat ibunya terbujur kaku di tanah. Meski tahu ibunya telah melakukan banyak kejahatan, dia tidak bisa menghilangkan rasa cinta seorang anak kepada ibunya.
"Ibu, aku tahu kau telah melakukan hal-hal buruk, tetapi aku tetap mencintaimu," ucapnya lirih.
Mpu Bharadah mendekat dan berkata dengan bijak, "Kematian ibumu adalah keadilan bagi desa ini. Tapi ingatlah, kau bisa hidup dengan membawa nama baikmu sendiri, bukan bayangan dosa-dosa ibumu."
Sejak kematian Calon Arang, desa Girah kembali damai dan tenteram. Ratna Manggali dan Mpu Bahula hidup bahagia bersama, dan kutukan yang menghantui desa itu akhirnya terangkat.
Pesan Moral:
Pesan moral dari cerita ini menekankan pada sifat merusak dari balas dendam dan bagaimana balas dendam bisa membawa penderitaan, tidak hanya pada orang lain, tetapi juga pada diri sendiri dan orang yang dicintai. Kemarahan Calon Arang dan ketidakmauannya melepaskan dendamnya menyebabkan penderitaan bagi seluruh desa, dan pada akhirnya, kehancuran dirinya sendiri. Cerita ini juga menyoroti pentingnya kasih sayang, kebijaksanaan, dan keadilan, seperti yang ditunjukkan oleh pendekatan Mpu Bharadah dalam menyelesaikan konflik. Meskipun Calon Arang mencintai putrinya, ketidakmampuannya mengendalikan amarah dan kebenciannya membayangi kasih sayangnya, menunjukkan bahwa emosi yang tidak terkendali dapat membawa kehancuran. Pengampunan dan tindakan bijaksana adalah kunci untuk mencapai kedamaian dan harmoni.
Lukisalon Arang |
No comments:
Post a Comment