Legenda Tanjung Lesung





Cerita Rakyat dari Banten

Ada seorang musafir tampan, namanya Raden Budog. Dia sedang beristirahat di bawah pohon besar dan segera dia tertidur. Dia bermimpi. Dalam mimpinya, ia bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Wanita itu berdiri di depannya. Raden Budog mencoba menyentuhnya. Tiba-tiba, ranting pohon jatuh dan mengenainya. Dan itu membuatnya terbangun dari tidurnya. Dia kesal!

Raden Budog tidak bisa melupakan wanita itu, dia ingin bertemu dengannya. Dia berkelana berhari-hari dan tidak pernah berhenti untuk beristirahat. Dan akhirnya dia tiba di sebuah desa. Semua penduduk desa adalah petani. Beberapa gadis menumbuk padi dengan lesung. Mereka sibuk menumbuk dan suara yang mereka buat seperti nada harmoni. Gadis-gadis itu menumbuk padi setiap hari, kecuali hari Jumat. Jumat adalah hari yang suci bagi mereka, karena sudah waktunya untuk berdoa kepada Tuhan.






Raden Budog menikmati suaranya. Dia melihat semua wanita satu per satu.

Dan tiba-tiba, Aha! Dia melihat gadis yang ditemuinya dalam mimpinya.

Raden Budog sangat senang. Dia mendekati gadis-gadis itu. Semua gadis takut dan mereka semua pulang ke rumah. Raden Budog mengikuti gadis cantik itu.

Dan saat gadis cantik itu sampai di rumah, Raden Budog mengetuk pintu. Seorang wanita tua membuka pintu.

"Siapa kamu, anak muda," tanya wanita itu.

"Namaku Raden Budog. Bolehkah saya bermalam di rumah Anda? Saya seorang musafir dan saya tidak punya tempat tinggal," kata Raden Budog. 

Dia mencoba menemukan alasan untuk tinggal di rumah.

"Namaku Nyi Siti dan aku tinggal dengan anak perempuanku. Namanya Sri Poh Haci. Suami saya meninggal dunia. Jika Anda ingin bermalam di sini, Anda bisa tidur di teras. Saya minta maaf, saya tidak mengizinkan pria tinggal di rumah saya," kata Nyi Siti.

Pagi harinya, Sri Poh Haci membangunkannya.

Dia juga memberinya segelas kopi. Raden Budog sangat senang. Dia kemudian mencoba menemukan bagaimana dia bisa tinggal di desa dan menikah dengannya. Kemudian, dia memberi tahu Nyi Siti bahwa dia akan membantunya di persawahan. Nyi Siti setuju.

Hari-hari berlalu dan kemudian Sri Poh Haci juga jatuh cinta padanya. Lalu mereka menikah.

Raden Budog masih bekerja di sawah dan Sri Poh Haci juga terus menumbuk padi di lesung. Suatu hari Raden Budog ingin menumbuk nasi. Dia juga ingin membuat suara yang bagus. Namun hari Jumat, dan dia lupa bahwa menumbuk nasi di lesung tidak diperbolehkan pada hari Jumat. Dan saat dia sibuk membuat suara, penduduk desa menjerit.

"Hei lihat! Seekor monyet menumbuk nasi!"

Perlahan, penduduk desa mendekati Raden Budog. Dia tidak memperhatikan bahwa semua penduduk desa menengoknya, sampai seseorang meneriakinya. 

"Hei, monyet! Hentikan! Ini hari Jumat!"

Raden Budog tidak mengerti mengapa penduduk desa memanggilnya monyet. Dan saat dia melihat tubuhnya, dia terkejut! Tubuhnya penuh dengan rambut. Dia bahkan memiliki ekor. Dia telah berubah menjadi monyet! Raden Budog sangat malu. Dia lari ke hutan.

Sejak saat itu orang menamakan desa tersebut sebagai Desa Lesung atau Kampung Lesung.

Dan karena desa ini terletak di tanjung, orang kemudian menamai desa tersebut sebagai Tanjung Lesung. ***

No comments:

Post a Comment

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection