Harta Sejati di Ladang Kehidupan
The Hidden Treasure | English Version
Cerita rakyat dari Bali
DAHULU, tinggal seorang petani dengan kelima anaknya. Istri petani meninggal saat anak bungsu adalah bayi. Petani itu kaya raya. Dia memiliki sawah yang luas. Dia punya rumah besar dan banyak uang. Kelima putranya masih remaja. Sayangnya, mereka tidak suka membantu ayah mereka. Mereka hanya bermain dan menyia-nyiakan waktu mereka bersenang-senang dengan teman mereka. Mereka selalu meminta uang kepada orang tua mereka dan menyia-nyiakannya dengan berjudi.
Sang ayah berulang kali menasehati dan selalu menyuruh mereka untuk bekerja keras dan tidak membuang-buang uang.
Sayangnya mereka tidak pernah mendengarkan ayah mereka. Mereka selalu mengabaikannya. Sang ayah sedih. Dia selalu memikirkan perilaku buruk anaknya. Hal itu membuat kesehatannya memburuk. Ia menderita penyakit.
Apa yang anak-anak lakukan saat mereka tahu ayah mereka sakit? Mereka sama sekali tidak peduli! Mereka terus membuang-buang uang ayah mereka.
Sang ayah tidak bisa bekerja. Dia tidak punya penghasilan. Dia menghabiskan semua uang untuk membeli obatnya. Perlahan, petani semakin miskin.
Sang ayah berada dalam kondisi kritis. Dia berpikir bahwa dia tidak akan bisa hidup lebih lama lagi. Dia meminta semua anaknya untuk menemuinya.
"Kesehatan saya semakin parah dan saya pikir saya tidak bisa hidup lebih lama Sebelum saya meninggal, saya ingin menceritakan sebuah rahasia, berjanjilah bahwa kamu tidak akan pernah membagi rahasia ini kepada orang lain," kata sang ayah.
"Rahasia apa, Ayah?" Tanya putra sulung itu.
"Saya punya harta yang besar, nilainya sangat mahal, kalau anda menjualnya, anda akan punya banyak uang," kata sang ayah.
"Benarkah? Dimana harta karunnya, Ayah?" Tanya anak kedua.
"Saya menguburnya di sawah saya, saya lupa sisi mana dari lapangan, anda harus mencangkul dan menggali semua area," jelas sang ayah. Tidak lama setelah dia. Menceritakan rahasia itu, sang ayah meninggal.
Kemudian, kelima putra tersebut pergi ke sawah. Sawah itu tidak dalam kondisi bagus. Sudah kering dan sama sekali tidak ada tanaman padi. Mereka membawa beberapa cangkul dan linggis. Mereka mulai menggali sawah.
Sawahnya begitu luas. Saat itu hampir gelap dan mereka tidak mendapat tanda-tanda harta karun itu.
"Saya rasa ini sudah cukup untuk hari ini, ayo kita pulang dan kita akan teruskan besok" saran anak sulung. Yang lain setuju.
Mereka semua pulang ke rumah. Keesokan paginya, mereka kembali ke sawah. Mereka mengangkat dan menggali tanah. Sekali lagi, sampai hari hampir gelap, mereka tidak dapat menemukan harta karun itu.
Pada hari ketiga, mereka telah selesai mencangkul dan menggali tanah. Mereka bingung.
"Apakah menurutmu ayah berbohong kepada kita? Dia mengatakan bahwa dia mengubur harta di blahan ini. Kita telah menggali semua area tapi tidak dapat menemukannya," kata anak tertua.
'Ya kamu benar! Saya pikir ayah kita berbohong kepada kita," kata anak ketiga.
Anak bungsu menyela.
Dia berkata, "Tidak, kamu salah! Ayah kita tidak berbohong kepada kita, dia benar saat dia mengatakan bahwa harta itu ada di dalam bidang ini. Sebenarnya kita sekarang melihat harta karun itu."
"Apa maksudmu?" Tanya putra keempat
"Sawah ini adalah harta kita, kamu lihat khan... lahan ini sangat luas. Saat ini saatnya panen, lahan
akan memberi kita banyak uang. Menurutmu, mana ayah kita punya banyak uang? Uangnya berasal dari lahan ini! Ayo, ayo kerja keras dan kembangkan lahan ini. Saya yakin kita akan punya banyak uang saat panen," jelas anak bungsu tersebut.
Semua anak laki-laki lain mengerti. Mereka juga menyadari kesalahan mereka. Mereka tahu mereka salah dan mereka harus menghentikan kebiasaan buruk mereka. Sejak saat itu, kelima putra tersebut bekerja keras. Perlahan mereka menjadi kaya lagi. ***
Cerita rakyat dari Bali
DAHULU, tinggal seorang petani dengan kelima anaknya. Istri petani meninggal saat anak bungsu adalah bayi. Petani itu kaya raya. Dia memiliki sawah yang luas. Dia punya rumah besar dan banyak uang. Kelima putranya masih remaja. Sayangnya, mereka tidak suka membantu ayah mereka. Mereka hanya bermain dan menyia-nyiakan waktu mereka bersenang-senang dengan teman mereka. Mereka selalu meminta uang kepada orang tua mereka dan menyia-nyiakannya dengan berjudi.
Sang ayah berulang kali menasehati dan selalu menyuruh mereka untuk bekerja keras dan tidak membuang-buang uang.
Sayangnya mereka tidak pernah mendengarkan ayah mereka. Mereka selalu mengabaikannya. Sang ayah sedih. Dia selalu memikirkan perilaku buruk anaknya. Hal itu membuat kesehatannya memburuk. Ia menderita penyakit.
Apa yang anak-anak lakukan saat mereka tahu ayah mereka sakit? Mereka sama sekali tidak peduli! Mereka terus membuang-buang uang ayah mereka.
Sang ayah tidak bisa bekerja. Dia tidak punya penghasilan. Dia menghabiskan semua uang untuk membeli obatnya. Perlahan, petani semakin miskin.
Sang ayah berada dalam kondisi kritis. Dia berpikir bahwa dia tidak akan bisa hidup lebih lama lagi. Dia meminta semua anaknya untuk menemuinya.
"Kesehatan saya semakin parah dan saya pikir saya tidak bisa hidup lebih lama Sebelum saya meninggal, saya ingin menceritakan sebuah rahasia, berjanjilah bahwa kamu tidak akan pernah membagi rahasia ini kepada orang lain," kata sang ayah.
"Rahasia apa, Ayah?" Tanya putra sulung itu.
"Saya punya harta yang besar, nilainya sangat mahal, kalau anda menjualnya, anda akan punya banyak uang," kata sang ayah.
"Benarkah? Dimana harta karunnya, Ayah?" Tanya anak kedua.
"Saya menguburnya di sawah saya, saya lupa sisi mana dari lapangan, anda harus mencangkul dan menggali semua area," jelas sang ayah. Tidak lama setelah dia. Menceritakan rahasia itu, sang ayah meninggal.
Kemudian, kelima putra tersebut pergi ke sawah. Sawah itu tidak dalam kondisi bagus. Sudah kering dan sama sekali tidak ada tanaman padi. Mereka membawa beberapa cangkul dan linggis. Mereka mulai menggali sawah.
Sawahnya begitu luas. Saat itu hampir gelap dan mereka tidak mendapat tanda-tanda harta karun itu.
"Saya rasa ini sudah cukup untuk hari ini, ayo kita pulang dan kita akan teruskan besok" saran anak sulung. Yang lain setuju.
Mereka semua pulang ke rumah. Keesokan paginya, mereka kembali ke sawah. Mereka mengangkat dan menggali tanah. Sekali lagi, sampai hari hampir gelap, mereka tidak dapat menemukan harta karun itu.
Pada hari ketiga, mereka telah selesai mencangkul dan menggali tanah. Mereka bingung.
"Apakah menurutmu ayah berbohong kepada kita? Dia mengatakan bahwa dia mengubur harta di blahan ini. Kita telah menggali semua area tapi tidak dapat menemukannya," kata anak tertua.
'Ya kamu benar! Saya pikir ayah kita berbohong kepada kita," kata anak ketiga.
Anak bungsu menyela.
Dia berkata, "Tidak, kamu salah! Ayah kita tidak berbohong kepada kita, dia benar saat dia mengatakan bahwa harta itu ada di dalam bidang ini. Sebenarnya kita sekarang melihat harta karun itu."
"Apa maksudmu?" Tanya putra keempat
"Sawah ini adalah harta kita, kamu lihat khan... lahan ini sangat luas. Saat ini saatnya panen, lahan
akan memberi kita banyak uang. Menurutmu, mana ayah kita punya banyak uang? Uangnya berasal dari lahan ini! Ayo, ayo kerja keras dan kembangkan lahan ini. Saya yakin kita akan punya banyak uang saat panen," jelas anak bungsu tersebut.
Semua anak laki-laki lain mengerti. Mereka juga menyadari kesalahan mereka. Mereka tahu mereka salah dan mereka harus menghentikan kebiasaan buruk mereka. Sejak saat itu, kelima putra tersebut bekerja keras. Perlahan mereka menjadi kaya lagi. ***
Pesan Moral; Menemukan Kekayaan Sejati di Ladang yang Subur
Pesan moral dari cerita ini adalah pentingnya menghargai apa yang sudah dimiliki dan bekerja keras untuk mencapai kesuksesan. Sang ayah telah memberikan harta berharga kepada anak-anaknya, namun harta itu bukanlah harta material yang tersembunyi di ladang, melainkan ladang itu sendiri. Ladang yang subur dan luas adalah kekayaan yang sejati, dan kekayaan itu dapat diperoleh melalui kerja keras dan ketekunan. Kesadaran akan kesalahan mereka membuat anak-anak tersebut memperbaiki perilaku mereka dan belajar untuk menghargai apa yang ada di sekitar mereka.
No comments:
Post a Comment