Legenda Suroboyo/Sura dan Baya
Awalnya, Sura dan Baya bersahabat. Mereka berenang bersama, menjelajahi kedalaman laut, dan menikmati sejuknya ombak. Namun, saat soal makanan, persahabatan mereka diuji. Keduanya dikenal serakah dan tidak mau berbagi, bahkan sepotong kecil makanan pun. Setiap kali melihat makanan, naluri mereka muncul, dan mereka bertarung dengan ganas hingga salah satu dari mereka menyerah.
Suatu hari yang terik, saat matahari bersinar terik di langit, Sura dan Baya kembali berburu makanan. Tiba-tiba, mata tajam Baya menangkap seekor kambing yang sedang minum di tepi pantai. Air liurnya menetes membayangkan lezatnya santapan itu.
"Lezat! Ini makan siangku!" kata Baya sambil mendekati kambing itu.
"Tidak bisa! Ini makan siangku! Kau sungguh serakah, Baya! Aku sudah dua hari tidak makan!" teriak Sura sambil berenang menuju pantai.
Keduanya langsung menyerang kambing itu, dan dalam sekejap, perkelahian sengit pun terjadi. Ekor mereka menghantam air dengan keras, menciptakan gelombang besar yang menghantam pantai. Gigi saling beradu, cakar menggores, dan tanah pun bergetar. Tak satu pun dari mereka mau mengalah.
Pertarungan berlangsung selama berjam-jam hingga keduanya kelelahan. Nafas mereka berat, dan tubuh mereka terasa lemas setelah saling serang tanpa henti. Menyadari bahwa pertarungan itu sia-sia, Sura akhirnya mengusulkan sebuah solusi.
"Aku lelah bertarung, Baya," keluh Sura dengan nafas terengah-engah.
"Aku juga. Tapi apa yang bisa kita lakukan? Kita selalu bertarung soal makanan," jawab Baya, masih mencoba mengatur nafasnya.
"Aku punya ide," kata Sura dengan tatapan penuh harap. "Bagaimana kalau kita membagi wilayah kita? Aku tinggal di air, jadi aku akan berburu makanan di laut. Kau tinggal di darat, jadi kau berburu makanan di daratan. Kita tetapkan pantai sebagai batas wilayah kita. Dengan begitu, kita tidak akan pernah bertemu lagi."
Mata Baya menyipit, memikirkan usulan Sura. "Hmm... Biarkan aku memikirkannya. Baiklah. Mulai hari ini, aku akan tetap berada di darat, dan kau tetap di laut. Tapi ingat, Sura, kalau aku melihatmu di darat, aku tidak akan memaafkanmu!"
"Setuju!" jawab Sura dengan senyum lebar, senang karena akhirnya mereka bisa menghindari pertarungan yang tidak perlu.
Selama beberapa waktu, semuanya berjalan damai. Sura berenang dengan bebas di laut dan menangkap ikan, sementara Baya menjelajahi daratan, berburu hewan-hewan kecil. Masing-masing dari mereka memiliki ruang dan makanan sendiri. Laut dan darat kembali tenang.
Tapi kedamaian itu tidak berlangsung lama.
Suatu hari, Sura kesulitan menemukan makanan di laut. Ikan-ikan mulai berkurang, dan perutnya keroncongan karena lapar. Matanya memandang ke arah tepi sungai, di mana ia melihat ikan berenang di air dangkal.
"Air itu bagian dari sungai," pikir Sura. "Dan sungai terhubung dengan laut. Jadi, secara teknis, ini juga wilayahku!"
Dengan alasan itu, Sura berenang ke sungai, berharap bisa menangkap ikan. Ia memercikkan air saat melewati perairan dangkal, siripnya membelah permukaan air. Namun, sebelum ia bisa menangkap satu ikan pun, terdengar raungan keras dari tepi sungai.
"Heh! Apa yang kau lakukan di sini, Sura?!" teriak Baya dengan marah. "Ini wilayahku! Kita sudah sepakat bahwa kau tetap di laut, dan aku tetap di darat!"
"Tapi ada air di sini, kan?" jawab Sura dengan penuh pembelaan. "Kalau ada air, berarti ini juga wilayahku!"
"Omong kosong! Kau melanggar kesepakatan kita, Sura!" bentak Baya sambil menyerbu ke dalam air.
Pertarungan pun dimulai lagi. Suara raungan mereka menggema ke seluruh hutan. Dengan cakar dan gigi, mereka bertarung tanpa ampun. Sura menggigit ekor Baya dengan keras, dan sebagai balasan, Baya menggigit sirip Sura dengan kekuatan penuh. Air bercampur dengan darah, membuat sungai memerah.
Kali ini, Baya lebih kuat. Dengan gigitan terakhir yang sangat kuat, ia mencengkeram ekor Sura. Hiu itu mengerang kesakitan, menyadari bahwa ia tidak punya pilihan lain selain mundur. Kalah dan terluka, Sura berenang kembali ke laut dengan tubuh penuh luka.
"Tinggallah di laut, pengecut!" geram Baya, berdiri tegak dengan ekor berdenyut nyeri. Meskipun ekornya terluka, ia merasa menang karena berhasil mempertahankan wilayahnya.
Area di mana Sura dan Baya bertarung menjadi berantakan. Tanah di sekitarnya rusak, dan air sungai dipenuhi darah. Penduduk desa yang menyaksikan pertarungan itu berbicara tentangnya selama bertahun-tahun. Mereka menceritakan kepada anak-anak dan cucu mereka tentang hiu (Sura) dan buaya (Baya) yang bertarung dengan ganas hingga tanah di sekitar mereka dikenang selamanya.
Seiring berjalannya waktu, tempat di mana Sura dan Baya bertarung dikenal sebagai Surabaya — nama yang berasal dari "Sura" si hiu dan "Baya" si buaya. Kisah pertarungan mereka menjadi legenda dan simbol dari kota Surabaya.
Sebagai pengingat dari kisah ini, masyarakat membangun patung yang menggambarkan Sura dan Baya sedang bertarung. Patung itu berdiri megah di tengah kota Surabaya, melambangkan semangat keberanian dan keteguhan hati. Patung ini menjadi simbol Surabaya, mengingatkan semua orang tentang kekuatan, ketangguhan, dan pentingnya menepati janji.
Makna dan Nilai dari Legenda
Kisah Sura dan Baya mengajarkan pentingnya menepati janji, menghargai batasan, dan mengendalikan keserakahan. Perkelahian antara Sura dan Baya juga melambangkan pertarungan antara kekuatan laut dan darat, mencerminkan keseimbangan antara dua kekuatan alam. Patung Sura dan Baya di Surabaya menjadi simbol semangat pantang menyerah, semangat keberanian, dan kekuatan untuk mempertahankan wilayah.
Kesimpulan
Legenda ini tidak hanya menjelaskan asal-usul nama kota Surabaya, tetapi juga mengajarkan kita tentang pentingnya menghargai perjanjian dan batas wilayah. Cerita Sura dan Baya menjadi salah satu cerita rakyat yang paling terkenal di Indonesia, dan hingga saat ini, patung Sura dan Baya berdiri sebagai simbol kebanggaan dan kekuatan masyarakat Surabaya.
Cerita Berirama: Sura dan Baya
Jika ingin menyimak versi dalam cerita berirama, kunjungi:👉 Kisah Surabaya
Patung Sura dan Baya |
Namun ada juga yang berpendapat Surabaya berasal dari Kata Sura dan Baya. Sura berarti Jaya atau selamat Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti selamat menghadapi bahaya.
Baca Selengkapnya: Asal Usul Surabaya versi 'Selamat dari Bahaya'
Warisan Bersejarah
Peninggalan bersejarah yang bisa ditemukan di dekat kota Surabaya.
- Tempat-tempat bersejarah di Trowulan.
- Candi Jawi
- Candi Singosari
- Candi Belahan
- Candi Jabung
- Candi Panataran
No comments:
Post a Comment