Legenda Pulau Nusa: Kisah Takdir dan Keangkuhan
Dahulu kala, hiduplah seorang petani bernama Nusa bersama istri dan adik laki-lakinya. Mereka adalah petani yang rajin dan bergantung pada sawah mereka untuk makan. Namun, suatu tahun, musim kemarau panjang melanda desa mereka. Hujan tak kunjung turun, tanah menjadi kering, dan panen pun gagal. Para penduduk desa merasa putus asa karena tanpa air, mereka tidak bisa bertahan hidup.
Melihat keadaan yang semakin buruk, Nusa memutuskan untuk membawa keluarganya mencari tempat tinggal baru. Mereka berjalan selama tiga hari tiga malam sampai akhirnya tiba di tanah baru—sebuah lembah subur dengan sungai yang besar. Tanah itu hijau, kaya, dan penuh harapan.
Telur Misterius
Senang dengan rumah barunya, Nusa pergi mencari makanan. Saat menyusuri tepi sungai, ia menemukan sebuah telur raksasa, jauh lebih besar dari telur biasa. Penasaran dan kelaparan, ia pun membawanya pulang.
"Lihat apa yang kutemukan! Mari kita masak ini," katanya kepada istrinya.
Namun, istri dan adiknya ragu. Telur itu terlalu besar—terlihat tidak wajar.
"Aku tidak yakin, Kak," kata adiknya. "Bagaimana jika ini milik makhluk berbahaya?"
"Kita tidak tahu telur apa ini," tambah istrinya. "Sebaiknya kita biarkan saja."
Tapi Nusa terlalu lapar untuk mendengarkan. Mengabaikan peringatan mereka, ia memasak dan memakan telur itu sendirian. Setelah kenyang, ia tertidur pulas.
Kutukan yang Mengubah Takdir
Keesokan paginya, Nusa terbangun dengan teriakan kesakitan. Tubuhnya terasa aneh, seolah ada sesuatu yang berubah. Istri dan adiknya bergegas menghampirinya, tetapi mereka terkejut dan ketakutan melihat tubuh Nusa yang telah berubah!
Kulitnya telah berubah menjadi sisik keras yang berkilauan. Kakinya menyatu menjadi ekor panjang dan tebal. Tubuhnya semakin membesar.
Nusa telah berubah menjadi seekor naga!
Melihat bayangannya di sungai, ia menangis penuh penyesalan.
"Ini pasti karena telur itu! Aku pasti telah memakan telur naga!"
Menyadari bahwa ia tak bisa lagi hidup sebagai manusia, ia memohon kepada keluarganya.
"Tolong bawa aku ke sungai. Aku tidak bisa bertahan di darat lagi."
Dengan susah payah, istri dan adiknya menyeret tubuh Nusa yang berat ke dalam air.
"Maafkan aku," katanya dengan suara berat dan sedih. "Aku telah bertindak gegabah. Aku mengabaikan peringatan kalian, dan sekarang aku harus hidup di sungai ini. Beritahu penduduk desa agar selalu berhati-hati dengan apa yang mereka makan."
Dengan tatapan terakhir kepada keluarganya, Nusa menghilang ke dalam sungai.
Bangkitnya Naga Sungai
Nusa, yang kini sepenuhnya menjadi naga, hidup di sungai dengan memakan ikan. Namun, kelaparan dan nafsunya tak pernah terpuaskan. Ia semakin rakus, dan ikan-ikan mulai takut padanya.
"Kita harus melakukan sesuatu, atau kita semua akan dimakan!" bisik para ikan satu sama lain.
Suatu hari, seekor ikan kecil yang cerdik memiliki rencana.
"Tuan Naga," kata ikan kecil itu dengan suara cemas. "Ada naga lain di sungai ini! Dia jauh lebih besar dan lebih kuat darimu. Dia bilang kau lemah dan tidak layak menguasai sungai."
Mendengar ini, Nusa merasa tersinggung dan marah.
"Naga lain? Berani sekali dia menantangku! Aku adalah naga terkuat di sungai ini! Di mana dia? Aku akan melawannya!"
Berhari-hari Nusa terobsesi mencari musuh yang tidak ada. Ia berenang ke sana kemari, terus berjaga, tak pernah beristirahat. Ia menjadi kelelahan.
Lalu, di saat yang tepat, ikan kecil itu berteriak, "Tuan! Musuhmu ada di belakangmu!"
Dengan gerakan cepat, Nusa memutar tubuh besarnya—begitu cepat hingga ia melihat ekornya sendiri bergerak di belakangnya. Dalam pikirannya yang lelah dan penuh paranoia, ia mengira ekornya sendiri sebagai naga musuh dan langsung menyerangnya!
Ia menggigit ekornya dengan keras—dan menjerit kesakitan!
"Serang!" teriak ikan kecil, dan seketika semua ikan di sungai menyerbu, menggigit dan mencabik tubuh Nusa yang lemah.
Kehancuran Sang Naga
Nusa menyadari bahwa ia telah tertipu. Ia berusaha melawan, tetapi tubuhnya terlalu lelah. Dengan satu raungan terakhir, ia berenang ke tepi sungai, tetapi sudah terlambat.
Pelan-pelan, tubuhnya membatu, sisiknya mengeras menjadi tanah. Seiring waktu, penduduk desa menyadari bahwa tubuhnya telah berubah menjadi sebuah pulau di tengah sungai.
Sejak hari itu, pulau tersebut dikenal sebagai Pulau Nusa.
Pesan Moral:
"Berhati-hatilah dengan apa yang kamu konsumsi, karena itu bisa mengubah nasibmu. Dan waspadalah terhadap kesombongan—keangkuhan dan kecerobohan bisa membawa kehancuran."
Keserakahan dan kecerobohan Nusa menyebabkan transformasinya. Keangkuhannya membutakan matanya terhadap kenyataan, membuatnya mudah diperdaya. Pada akhirnya, kesombongannya menghancurkannya. Kisah ini mengajarkan kita bahwa kebijaksanaan, kerendahan hati, dan kehati-hatian adalah kunci untuk bertahan hidup.