Dewi Luing Indung Bunga >> English Version
Cerita Rakyat dari Kalimantan Selatan
ORANG di Kampung Datar, Kalimantan Selatan, menderita. Telah terjadi bencana. Kekeringan panjang membuat mereka kekurangan air. Banyak orang sakit. Anak-anak menangis karena mereka sangat lapar. Orang tua mereka tidak bisa bekerja karena mereka terlalu lemah. Mereka belum makan banyak.
Kepala desanya adalah Datu Beritu Taun. Dia meminta semua warga desa untuk mengadakan pertemuan. Dia ingin membahas bagaimana menemukan solusinya. Dia tahu Tuhan marah kepada mereka. Mereka telah menyia-nyiakan semua berkat dari Tuhan. Ya, sebelumnya kampung mereka sudah subur. Air mudah ditemukan. Hidup mereka sejahtera.
Semuanya berubah saat penduduk desa menebang pohon-pohon sembarangan di hutan. Setelah semua pohon besar ditebang, desa mereka dibanjiri. Itu sangat mengerikan. Setelah itu, kekeringan panjang menyerang desa mereka.
"Saya sesama penduduk desa, ayo cari solusi untuk bencana ini. Kita butuh banyak air. Apakah Anda punya ide? "Tanya Datu Beritu Taun, kepala desa, dalam pertemuan tersebut.
"Saya pikir kita harus menggali untuk menemukan dengan baik, Pak," kata seorang warga desa.
"Tapi kita terlalu lemah untuk bekerja," kata seorang warga desa lainnya.
"Nah, jika kita tidak melakukan apapun, lebih banyak orang yang akan mati. Saya pikir kita harus menggali lebih dalam untuk mencari sumber air, "kata seorang warga desa lainnya.
"Saya setuju. Sekarang saya ingin semua orang kuat menggali tanah. Kita harus mencari air! "Kata Datu Beritu Taun.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, semua pria kuat sibuk menggali. Salah satunya adalah Antun Kumara Sukma. Dia adalah anak tertua Datu Beritu Taun. Antun punya saudara perempuan. Namanya adalah Dewi Luing Indung Bunga. Hari dan malam para penduduk desa menggali. Dalam semalam, Datu Beritu Taun bermimpi saat sedang tidur. Dalam mimpinya, dia mendengar bahwa desa tersebut bisa makmur lagi jika seorang gadis bersedia dikorbankan. Gadis itu harus bersikap baik hati dan taat kepada orang tuanya.
Saat terbangun, Datu Beritu Taun mengatakan kepada pria tentang mimpinya. Dia meminta mereka untuk menemukan seorang gadis yang rela dikorbankan. Penduduk desa menunggu dan menunggu ... Sayangnya, tidak ada gadis yang ingin dikorbankan.
Dewi Luing Indung Bunga adalah seorang gadis yang sangat baik. Dia tahu dia harus dikorbankan. Dia kemudian memberitahu ayahnya tentang hal itu.
"Ayah, ibu ... saya ingin bencana ini berakhir. Saya ingin orang-orang kita bahagia lagi. Jika tidak ada gadis yang harus dikorbankan, izinkan saya mengorbankan diri," kata Dewi Luing Indung Bunga.
Meski mereka sangat sedih, namun keluarga tersebut membiarkan Dewi mengorbankan dirinya sendiri. Semua penduduk desa berkumpul di lapangan besar. Dewi Luing Indung Bunga berdiri di tengah. Tiba-tiba, dia terjatuh.
Dia meninggal. Tidak lama kemudian hujan turun sangat deras. Semua penduduk desa bersyukur kepada Tuhan. Mereka tidak akan pernah melupakan pengorbanan Dewi kepada mereka. Sejak itu penduduk desa sangat berhati-hati terhadap hutan. Mereka tidak ingin menebang pohon dengan ceroboh. ***
Cerita Rakyat dari Kalimantan Selatan
ORANG di Kampung Datar, Kalimantan Selatan, menderita. Telah terjadi bencana. Kekeringan panjang membuat mereka kekurangan air. Banyak orang sakit. Anak-anak menangis karena mereka sangat lapar. Orang tua mereka tidak bisa bekerja karena mereka terlalu lemah. Mereka belum makan banyak.
Kepala desanya adalah Datu Beritu Taun. Dia meminta semua warga desa untuk mengadakan pertemuan. Dia ingin membahas bagaimana menemukan solusinya. Dia tahu Tuhan marah kepada mereka. Mereka telah menyia-nyiakan semua berkat dari Tuhan. Ya, sebelumnya kampung mereka sudah subur. Air mudah ditemukan. Hidup mereka sejahtera.
Semuanya berubah saat penduduk desa menebang pohon-pohon sembarangan di hutan. Setelah semua pohon besar ditebang, desa mereka dibanjiri. Itu sangat mengerikan. Setelah itu, kekeringan panjang menyerang desa mereka.
"Saya sesama penduduk desa, ayo cari solusi untuk bencana ini. Kita butuh banyak air. Apakah Anda punya ide? "Tanya Datu Beritu Taun, kepala desa, dalam pertemuan tersebut.
"Saya pikir kita harus menggali untuk menemukan dengan baik, Pak," kata seorang warga desa.
"Tapi kita terlalu lemah untuk bekerja," kata seorang warga desa lainnya.
"Nah, jika kita tidak melakukan apapun, lebih banyak orang yang akan mati. Saya pikir kita harus menggali lebih dalam untuk mencari sumber air, "kata seorang warga desa lainnya.
"Saya setuju. Sekarang saya ingin semua orang kuat menggali tanah. Kita harus mencari air! "Kata Datu Beritu Taun.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, semua pria kuat sibuk menggali. Salah satunya adalah Antun Kumara Sukma. Dia adalah anak tertua Datu Beritu Taun. Antun punya saudara perempuan. Namanya adalah Dewi Luing Indung Bunga. Hari dan malam para penduduk desa menggali. Dalam semalam, Datu Beritu Taun bermimpi saat sedang tidur. Dalam mimpinya, dia mendengar bahwa desa tersebut bisa makmur lagi jika seorang gadis bersedia dikorbankan. Gadis itu harus bersikap baik hati dan taat kepada orang tuanya.
Saat terbangun, Datu Beritu Taun mengatakan kepada pria tentang mimpinya. Dia meminta mereka untuk menemukan seorang gadis yang rela dikorbankan. Penduduk desa menunggu dan menunggu ... Sayangnya, tidak ada gadis yang ingin dikorbankan.
Dewi Luing Indung Bunga adalah seorang gadis yang sangat baik. Dia tahu dia harus dikorbankan. Dia kemudian memberitahu ayahnya tentang hal itu.
"Ayah, ibu ... saya ingin bencana ini berakhir. Saya ingin orang-orang kita bahagia lagi. Jika tidak ada gadis yang harus dikorbankan, izinkan saya mengorbankan diri," kata Dewi Luing Indung Bunga.
Meski mereka sangat sedih, namun keluarga tersebut membiarkan Dewi mengorbankan dirinya sendiri. Semua penduduk desa berkumpul di lapangan besar. Dewi Luing Indung Bunga berdiri di tengah. Tiba-tiba, dia terjatuh.
Dia meninggal. Tidak lama kemudian hujan turun sangat deras. Semua penduduk desa bersyukur kepada Tuhan. Mereka tidak akan pernah melupakan pengorbanan Dewi kepada mereka. Sejak itu penduduk desa sangat berhati-hati terhadap hutan. Mereka tidak ingin menebang pohon dengan ceroboh. ***
Pesan Moral Cerita
Cerita tentang Dewi Luing Indung Bunga dan kekeringan di Kampung Datar menyampaikan beberapa pesan moral:
1. Menghormati Alam: Ketidakpedulian penduduk terhadap alam, yang terlihat dari penebangan pohon secara sembarangan, mengakibatkan bencana besar. Cerita ini menekankan pentingnya menghormati dan melestarikan sumber daya alam untuk menghindari bencana dan memastikan kemakmuran.
2. Pengorbanan untuk Kebaikan Bersama: Kesediaan Dewi Luing Indung Bunga untuk mengorbankan dirinya demi kebaikan desa menegaskan nilai dari ketidakegoisan dan keberanian. Pengorbanannya sangat penting dalam memulihkan kemakmuran desa, menggambarkan dampak mendalam dari pengorbanan seseorang terhadap kesejahteraan banyak orang.
3. Tanggung Jawab dan Konsekuensi: Cerita ini menyoroti konsekuensi dari mengabaikan tanggung jawab, seperti menjaga lingkungan. Tindakan penduduk yang menyebabkan kekeringan menunjukkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi dan penting untuk bertanggung jawab atas tindakan kita.
4. Kehidupan Bersama dan Kerja Sama: Usaha kolektif penduduk untuk mengatasi krisis air dan keberhasilan mereka setelah pengorbanan Dewi mencerminkan pentingnya komunitas dan kerja sama. Bekerja bersama dan saling mendukung, terutama dalam masa krisis, adalah kunci untuk mengatasi tantangan.
Secara keseluruhan, cerita ini mengajarkan nilai-nilai tentang pengelolaan lingkungan, pengorbanan, tanggung jawab, dan upaya bersama.
No comments:
Post a Comment