Search This Blog

Hampang Datu

Semangat Komunitas dan Menghormati yang Tidak Diketahui


Hampang Datu | English Version

Cerita Rakyat dari Kalimantan Selatan

SEKALI setiap saat di Kalimantan Selatan, ada sebuah desa bernama Padang Batung. Penduduk desa adalah petani. Mereka sangat bersyukur memiliki tanah yang subur. Mereka semua hidup makmur.

Untuk menunjukkan rasa terima kasih mereka secara teratur mengadakan sebuah upacara. Itu diadakan setelah mereka panen. Mereka menamakannya Manyanggar Banua. Dalam upacara tersebut mereka menyiapkan persembahan. Makanan dan minuman diatur dengan baik sebagai persembahan.







Penduduk desa baru saja dipanen. Segera mereka akan mengadakan upacara Manyanggar Banua. Pria dan wanita, muda dan tua mulai mempersiapkan tempat mereka. Ada yang sibuk memasak dan ada yang sibuk membersihkan dan menyiapkan tempat mereka.

Semuanya telah ditetapkan. Makanan dan minuman sudah siap: Tempat mereka n'as dekan. Keesokan harinya mereka akan mengadakan upacara tersebut.

 Saat itu fajar. Seseorang berteriak!

Hei! Mana makanan? Siapa yang mencuri makanan untuk persembahan? "

Orang-orang segera datang untuk melihat apa yang terjadi! Mereka semua kaget melihat sesajen mereka berantakan.

"Apa yang terjadi di sini? Siapa yang melakukan ini? Siapa yang makan makanan ini?"

Tidak ada yang tahu jawabannya.

"Kita harus menemukan siapa yang melakukan ini! Kita harus menghukum pencuri itu!"

"Ya, tapi bagaimana?" Tanya seseorang

"Saya punya ide, kami mengatur makanan dan minumannya sekali lagi Tapi kita memasukkan nasi ke dalam panci yang bocor Ketika pencuri membawa panci, kita bisa mengikuti jejak nasi."

"Ini ide bagus, ayo kita lakukan."

Kemudian penduduk desa sekali lagi mengatur penawaran mereka. Mereka memasak nasi dan memasukkannya ke dalam panci yang bocor. Mereka semua berharap bisa menangkap pencuri itu.

Mereka mengatur penawaran seperti yang mereka lakukan sebelumnya. Mereka juga membersihkan kotorannya. Pada malam hari mereka semua pulang ke rumah. Di pagi hari, semua penduduk desa terbangun dan segera pergi ke tempat upacara mereka. Dan ya, tempat itu berantakan lagi. Dan panci itu hilang.

"Hei, lihat, ada nasi di sini, ayo ikuti jalannya!"

Penduduk desa dengan hati-hati mengikuti jalan setapak. Mereka tidak mau ketinggalan nasi di tanah. Jejak itu berhenti di depan sebuah gua. Penduduk desa ragu-ragu.

"Apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita masuk?"

"Tidak!" Kata seorang wanita tua.

Dia melanjutkan, "Anda tahu siapa yang tinggal di sini?"

"Tidak, tolong beritahu saya siapa yang tinggal di sini."

"Ini adalah roh yang disebut Datu, sangat berbahaya jika kita masuk ke dalam gua," kata wanita tua itu.

"Jadi apa yang harus kita lakukan?"

"Tutup gua ini dengan bambu. Saya yakin roh itu tidak akan mengganggu kita lagi."

Penduduk desa mengumpulkan beberapa bambu dan mereka semua menutup gua. Setelah itu mereka semua pulang. Keesokan paginya, mereka semua pergi untuk melihat persembahan mereka. Dan tidak ada yang terjadi. Persembahan mereka masih diatur dengan baik. Mereka bisa menggelar upacara dengan baik. Sejak itu, mereka menamai tempat itu sebagai Hampang Datu. Hampang berarti menutup dengan bambu dan Datu berarti semangat. ***










Pesan Moral:

1. Kewaspadaan dan Kerja Sama Komunitas: Penduduk desa Padang Batung memperlihatkan kekuatan kewaspadaan dan kerja sama komunitas. Dengan bekerja sama untuk menemukan pencuri dan menyelesaikan masalah, mereka menekankan pentingnya persatuan dan usaha bersama dalam mengatasi tantangan.

2. Menghormati yang Tidak Diketahui: Penduduk desa menunjukkan rasa hormat terhadap yang tidak diketahui dan supranatural dengan mendengarkan nasihat wanita tua. Mereka memilih solusi non-konfrontasional untuk menghadapi roh tersebut, menunjukkan kebijaksanaan dan kehati-hatian dalam tindakan mereka.



Ayo Baca Cerita yang Lain!

No comments:

Post a Comment

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection