Alkisah, hiduplah seorang raja bijaksana dan mulia yang memerintah sebuah kerajaan makmur. Ia memiliki sepuluh putri cantik, masing-masing dinamai berdasarkan warna: Putri Jambon (merah muda), Putri Jingga (oranye), Putri Biru (biru), Putri Hijau (hijau), Putri Kelabu (abu-abu), dan seterusnya. Yang termuda di antara mereka adalah Putri Kemuning (kuning), seorang gadis lembut dan baik hati.
Sang raja sangat mencintai semua putrinya, tetapi kesibukannya sebagai pemimpin sering membuatnya jarang menghabiskan waktu bersama mereka. Tanpa kehadiran seorang permaisuri, ia mempercayakan para pelayan istana untuk merawat para putri. Namun, tanpa bimbingan dan disiplin sang ayah, para putri tumbuh menjadi manja dan suka menuntut—kecuali Putri Kemuning. Berbeda dari saudari-saudarinya, ia rendah hati, penuh kasih, dan selalu bersedia membantu para pelayan dalam pekerjaan mereka.
![]() |
Meski ia terkubur dalam duka, ia mekar dalam kebaikan. Hati emas sang putri lembut terus hidup dalam bunga yang mengabadikan namanya. |
Perjalanan Sang Raja dan Permintaan Para Putri
Suatu hari, sang raja harus melakukan perjalanan jauh ke negeri lain. Sebelum berangkat, ia mengumpulkan putri-putrinya dan bertanya hadiah apa yang mereka inginkan sekembalinya nanti.
"Aku ingin tiara emas bertabur berlian!" kata Putri Jambon.
"Aku ingin gaun dari sutra terbaik!" pinta Putri Jingga.
"Sepasang anting safir yang indah!" tambah Putri Biru.
Setiap putri meminta hadiah yang megah dan mahal. Namun, ketika sang raja menoleh ke putri bungsunya, ia tetap diam.
"Bagaimana denganmu, Putri Kemuning? Apa yang kau inginkan?" tanya sang raja dengan senyum hangat.
"Aku hanya ingin Ayah pulang dengan selamat," jawab Putri Kemuning lembut.
Sang raja terharu mendengar kata-katanya. Dalam hatinya, ia tahu bahwa di antara semua putrinya, Putri Kemuning memiliki hati yang paling baik.
Taman yang Terlantar
Setelah kepergian sang raja, para putri semakin sulit diatur. Mereka terus-menerus menuntut ini dan itu, membuat para pelayan kelelahan. Karena terlalu sibuk melayani para putri, para pelayan tak lagi sempat merawat taman kerajaan. Dalam waktu singkat, taman itu menjadi berantakan, penuh dengan dedaunan kering yang berserakan.
Putri Kemuning merasa sedih melihat taman kesayangan ayahnya dalam keadaan seperti itu. Tanpa ragu, ia mulai membersihkannya sendiri. Ia menyapu dedaunan, memangkas tanaman, dan menyiram bunga-bunga.
Saudari-saudarinya hanya menertawakannya. "Lihat, kita punya pelayan baru!" ejek Putri Jingga, diikuti tawa saudari-saudarinya yang lain.
Namun, Putri Kemuning mengabaikan mereka dan tetap bekerja. Ia tahu betapa ayahnya mencintai taman itu.
Kecemburuan Putri Hijau
Ketika sang raja akhirnya kembali, ia membawa hadiah untuk masing-masing putrinya. Kepada Putri Kemuning, ia memberikan sebuah kalung batu hijau yang indah.
"Ayah sudah mencari ke mana-mana untuk menemukan yang berwarna kuning, tapi tidak ada. Semoga kau tetap menyukainya, anakku," kata sang raja dengan nada menyesal.
"Ini sangat indah, Ayah. Terima kasih," ujar Putri Kemuning dengan senyum lembut. Ia segera mengenakannya, dan kalung itu berkilauan cantik di atas gaun kuningnya.
Namun, Putri Hijau dipenuhi rasa iri. "Kalung itu seharusnya milikku! Itu berwarna hijau, bukan kuning!" protesnya.
Putri Kemuning menolak menyerahkannya, karena ia tahu bahwa setiap saudari sudah mendapatkan hadiah masing-masing.
Dipenuhi rasa cemburu, Putri Hijau berbisik kepada saudari-saudarinya, dan bersama-sama mereka merencanakan tipu daya keji.
Pengkhianatan Tragis
Suatu sore, Putri Hijau mengajak Putri Kemuning bermain di taman. Mereka berjalan di antara pepohonan, hingga tiba-tiba Putri Hijau merenggut kalung dari lehernya, sementara saudari-saudarinya yang lain mendorongnya hingga terjatuh.
Mereka memukulnya—sekali, dua kali, semakin keras—hingga tubuhnya tak lagi bergerak.
Sadar akan perbuatan mereka, para putri dilanda kepanikan. Mereka telah membunuh saudari mereka sendiri. Takut akan murka sang ayah, mereka buru-buru menggali lubang di taman dan menguburkan Putri Kemuning di dalamnya.
Kesedihan Raja dan Pohon Misterius
Malam itu, sang raja menyadari bahwa Putri Kemuning tidak ada di istana.
"Di mana adik kalian?" tanyanya.
"Dia melarikan diri," jawab para putri berbohong.
Namun, sang raja tidak mempercayai mereka. Ia mengerahkan para prajurit untuk mencari ke seluruh negeri, tetapi Putri Kemuning tak ditemukan. Hari berganti minggu, dan kesedihan raja semakin dalam.
Suatu hari, saat berjalan di taman kerajaan, ia melihat sesuatu yang aneh—sebatang pohon kecil tumbuh tepat di tempat terakhir kali Putri Kemuning terlihat.
Pohon itu memiliki daun hijau yang lembut berbentuk seperti batu permata, dan bunganya bermekaran dalam warna kuning yang indah.
Air mata menggenang di mata sang raja saat ia menyentuh kelopaknya dengan lembut. Warna keemasan bunga itu mengingatkannya pada putri tercintanya.
"Ini pasti roh Kemuning," bisiknya.
Sejak hari itu, sang raja menamai pohon itu Bunga Kemuning—Si Bunga Kuning. Ia menjadi simbol kebaikan, kerendahan hati, dan kesucian.
Pesan Moral
🌿 Kebaikan dan kerendahan hati lebih berharga daripada kekayaan dan kecantikan.
🌿 Iri hati bisa membawa kehancuran.
🌿 Hati yang tulus akan selalu dikenang, bahkan setelah kematian.
Hingga kini, bunga kemuning terus bermekaran, menjadi pengingat akan putri lembut berhati emas, seperti kelopak pohon yang menyandang namanya. 🌼
![]() |
Murraya paniculata |
No comments:
Post a Comment