Search This Blog

Nyai Anteh dan Bulan Purnama





Nyai Anteh dan Bulan: Kisah Cinta dan Keberanian


Nyai Anteh and the Moon >> English Version

Folklor dari Jawa Barat

Di sebuah istana megah di Jawa Barat, hiduplah dua gadis bersama: Putri Endahwarni, putri raja dan ratu, serta Anteh, putri seorang permaisuri. Ibu Anteh telah meninggal ketika ia masih bayi, dan ratu, merasa kasihan padanya, membesarkannya seolah ia adalah anaknya sendiri.

Anteh dikenal karena kecantikannya yang luar biasa, bahkan lebih dari Putri Endahwarni. Meskipun merasa cemburu, Endahwarni mencintai Anteh seperti saudara perempuan. Ketika saatnya tiba bagi putri untuk menikah dengan Pangeran Anantakusuma dari kerajaan tetangga, ia merasa cemas, karena ia belum pernah bertemu dengan pangeran tersebut.

Satu minggu sebelum pernikahan, Pangeran Anantakusuma mengunjungi istana untuk membicarakan upacara. Saat ia berjalan-jalan di taman, ia mendengar suara nyanyian yang indah dan mengikutinya hingga menemukan Anteh yang sedang bernyanyi. Terkesima oleh kecantikan dan suaranya, ia mengira gadis itu adalah putri.

Pernikahan berlangsung, tetapi selama upacara, Putri Endahwarni melihat Anantakusuma menatap Anteh. Hatinya hancur ketika menyadari bahwa pangeran terpesona oleh Anteh. Marah dan terluka, ia menghadapi Anteh.

“Kenapa dia menatapmu seperti itu?” tanyanya, suaranya bergetar. “Kau harus meninggalkan istana sekarang juga!”

Anteh, terkejut oleh kata-kata putri, menjawab lembut, “Aku tidak pernah menginginkan cintanya. Aku hanya ingin melayani dan mendukungmu.”

Meski tidak bersalah, Anteh meninggalkan istana dan pergi ke kampung halaman ibunya untuk tinggal bersama pamannya. Waktu berlalu, dan Anteh menikah serta memiliki dua anak. Ia menjadi penjahit yang ulung, dikenal sebagai Nyai Anteh karena kreasi indahnya, dan meraih ketenaran di seluruh negeri.

Suatu hari, Putri Endahwarni, merasa bersalah atas tindakan yang diambilnya, mencari Nyai Anteh untuk meminta maaf. “Aku salah meminta kamu pergi. Seharusnya aku menghargai ikatan kita alih-alih membiarkan kecemburuan mengaburkan penilaianku,” katanya, air mata mengalir di wajahnya.

Anteh, terharu oleh ketulusan putri, menjawab, “Aku selalu menganggapmu sebagai saudara. Aku akan kembali, tetapi aku minta keluargaku diizinkan tinggal bersamaku.”

Endahwarni mengangguk, bersyukur atas pengampunan Anteh. “Tentu saja! Kau selalu diterima di istana.”

Kembali di istana, Nyai Anteh menemukan kebahagiaan dalam pekerjaannya, ditemani oleh kucing kesayangannya. Namun, ia tidak menyadari bahwa Pangeran Anantakusuma masih menyimpan perasaan padanya, sering memandangnya dari kejauhan. Meskipun waktu berlalu, Anteh tetap cantik dan penuh semangat.

Suatu malam yang mempesona di bawah sinar bulan purnama, Nyai Anteh berada di taman, menenun gaun ketika pangeran mendekatinya. “Anteh, aku harus jujur,” katanya, suaranya penuh emosi. “Aku masih memiliki perasaan padamu, dan aku ingin segala sesuatunya berbeda.”

Nyai Anteh menoleh kepadanya, ekspresinya serius. “Tetapi itu tidak mungkin. Kita berdua sudah menikah sekarang, dan hatiku milik keluargaku.”

Merasa gelisah, ia melangkah mundur. “Kau harus mengerti, aku tidak dapat mengizinkan ini. Tolong hormati hidupku dan pilihanku.”

Menyadari bahwa ia telah melanggar batas, pangeran merasa menyesal. “Maafkan aku, Anteh. Aku tidak bermaksud membuatmu tertekan.”

Putus asa untuk meminta bantuan, Nyai Anteh menutup matanya dan berdoa, “Oh Tuhan, tolong bantu aku. Aku ingin bebas dari situasi ini. Lindungilah aku dan bimbinglah aku.”

Tiba-tiba, cahaya lembut yang ilahi melingkupi tubuhnya dan kucingnya, mengangkat mereka dengan lembut ke langit malam. Pangeran melihat dengan takjub saat mereka melayang.

“Aku menyesal atas tindakanku,” bisiknya, air mata mengalir di wajahnya. “Seharusnya aku menghormati hatimu.”

Sejak hari itu, orang-orang mengatakan bahwa pada malam-malam ketika bulan purnama, kita bisa melihat Nyai Anteh sedang menenun dalam cahaya lembutnya, simbol keberanian dan kemandirian yang abadi, selamanya terjalin dalam kain langit malam.




Pesan Moral

Kisah ini mengajarkan kita bahwa cinta yang tulus harus didasarkan pada saling menghormati dan memahami. Ketika seseorang mencintai kita, penting untuk tidak mengabaikan perasaan orang lain. Ketidakadilan dan rasa cemburu dapat menghancurkan hubungan, seperti yang dialami oleh Putri Endahwarni dan Nyai Anteh. Kita juga belajar bahwa terkadang, untuk menemukan kedamaian, kita harus menjauh dari situasi yang menyakitkan, seperti Nyai Anteh yang menemukan kebahagiaan di bulan setelah melarikan diri dari cinta yang tidak diinginkannya.

Kecantikan sejati datang dari hati, dan kita harus berani mempertahankan diri dari cinta yang tidak sehat. Ketika kita menghadapi situasi yang sulit, penting untuk mencari perlindungan dan petunjuk dari kekuatan yang lebih tinggi.






Ayo Baca Cerita yang Lain!

No comments:

Post a Comment

Horse (Equine) Art, Pencil on Paper Collection